Situs ini tepat terletak di perbatasan tanah desa dengan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai yaitu di pintu masuk pendakian Jalur Linggasana. Secara administratif pemerintahan terletak di Desa Linggasana Kec. Cilimus Kab. Kuningan Prov. Jawa Barat. Akses menuju Situs Pangeran Cakrabuana sangat mudah yaitu dari pertigaan jalan menuju kawasan obyek wisata linggarjati lurus terus sampai ujung aspal. Menurut cerita masyarakat setempat, Pangeran Cakrabuana beserta pengikutnya membuat situs ini ketika hendak menyepi di Gunung Ciremai. Situs Pangeran Cakrabuana merupakan bentuk Lingga-Yoni tanpa tulisan yang dikelilingi batu-batu kecil dan tanaman seperti pada foto diatas.
Sejarah Singkat Asal-Usul
Menurut Kamus Jawa Kuno,
Lingga (skt) : tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangn, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu.
Yoni (skt) : rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, dewa, garbha, padma, naga, raksasa, sarwa, sarwa batha, sudra, siwa, widyadhara dan ayonia (P.J. Zoetmneder, S.C. Robsou, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, 601, 1494).
Jadi Lingga sebagai simbol Ayah (Tuhan) dan Yoni sebagai Ibu (pertiwi), sebagai alam semesta, telah dipuja oleh umat umat Hindu sejak 3.500 tahun sebelum masehi. Lingga dan Yoni diwujudkan menjadi tempat suci atau bangunan suci dalam bentuk arca pelinggih, candi, seperti bangunan Padmatara yang kita kenal sekarang. Nah, intinya adalah Lingga adalah simbolisasi dari laki-laki dan Yoni sebagai perempuan. Ketika disatukan menjadi simbol keharmonisan.
Menurut Naskah Wangsakerta, Pangeran Cakrabuana (…. –1479)adalah keturunan Kerajaan Pajajaran. Putera pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari istrinya yang kedua bernama Subang Larang (puteri Ki Gedeng Tapa). Nama kecilnya adalah Raden Walangsungsang, setelah remaja dikenal dengan nama Kian Santang. Ia mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu Nyai Lara Santang / Syarifah Mudaim dan Raden Sangara.
Sebagai anak sulung dan laki-laki ia tidak mendapatkan haknya sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini disebabkan oleh karena ia memeluk Agama Islam (diturunkan oleh Subanglarang – ibunya), sementara saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Posisinya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi dari istrinya yang ketiga Nyai Cantring Manikmayang.
Ketika kakeknya Ki Gedeng Tapa yang penguasa pesisir utara Jawa meninggal, Walangsungsang tidak meneruskan kedudukan kakeknya, melainkan lalu mendirikan Istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan demikian, yang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon adalah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana seusai menunaikan Ibadah Haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman, tampil sebagai “Raja” Cirebon pertama yang memerintah dari Keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan Agama Islam kepada penduduk Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan sebagian Brebes.
Menurut penuturan Kuncen (Juru Kunci) Situs Pangeran Cakrbuana, Ki Umar dalam penyebarkan Agama Islam di Cirebon dan sekitarnya, Pangeran Cakrabuana senantiasa meninggalkan petilasan/situs di beberapa tempat yang di singgahinya walaupun peninggalan/situs tersebut masih kuat dipengaruhi budaya Hindu-Bundha. Namun sayangnya jarang sekali situs tersebut yang masih dapat disaksikan hingga sekarang. Masih menurut penuturan Ki Umar, Pangeran Cakrabuana sering mengasingkan diri menghindari hingar bingar kehidupan dunia untuk mendapatkan ketenangan batin di tempat-tempat yang dianggapnya cocok.
Sampai saat ini Situs Pangeran Cakrabuana di Desa Linggasana masih terpelihara dengan baik. Ini menunjukan masyarakat setempat memiliki kepedulian terhadap benda peninggalan sejarah. Betapa pentingya melestarikan peninggalan sejarah agar kita mengetahui asal usul (purwa daksi) sebagai pengetahuan dan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan. Namun sayang Situs Pangeran Cakrabuana ini belum ada sentuhan dari Instansi Pemerintah yang menangani benda bersejarah. Bagi masyarakat yang masih percaya hal mistis sering menaruh sasajen, terkadang ada juga yang bersemedi untuk meminta sesuatu. Akan tetapi bagi kita yang sudah mengedepankan logika dan relita, Situs Pangeran Cakrabuana cukup dianggap sebagai peninggalan sejarah nenek moyang yang gigih dan berjasa besar dalam penyebaran Ajaran Agama Islam umumnya di nusantara, khususnya di Cirebon dan sekitarnya.