Sebelumnya telah dijelaskan tentang betapa banyaknya manfaat kawasan konservasi bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia. Akan tetapi, timbul kesulitan dalam menjawab ketika ditanyakan “berapa besarnya nilai manfaat tersebut dalam ukuran uang, misalnya rupiah ?”. Kesulitannya menjawab pertanyaan tersebut disebabkan sumberdaya alam hayati dan jasa lingkungan kawasan konservasi belum diukur nilai pasarnya sehingga belum memiliki harga pasar yang jelas. Banyak contoh produk jasa lingkungan, seperti kenyamanan suasana alami, udara bersih dan segar,air jernih yang selalu mengalir sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, dan lain sebagainya,yang tidak diperjual belikan di pasar, sehingga orang menghadapi kesulitan dalam menentukan nilai jasa lingkungan tersebut dalam ukuran uang.
Mengacu pada Dixon dan Sherman(1990), sumberdaya alam hayati dan jasa lingkungan kawasan konservasi tidak memiliki harga pasar yang jelas disebabkan oleh karakteristiknya, antara lain :
- Non-rivalry (tak tersaingi), yaitu : tidak ada persaingan dalam mengkonsumsi jasa-jasa lingkungan yang diberikan oleh kawasan konservasi. Sebagai contoh, konsumsi satu orang terhadap jasa lingkungan dari produk wisata (keindahan alam, suasana nyaman ) tidak mengurangi jumlah produk dan jasa yang tersedia, sehingga sumberdaya alam dan jasa lingkungan tersebut terkesan tidak bernilai ekonomi karena tidak termasuk barang/produk langka.
- Non-excludability ( tidak eksklusif ),yaitu masyarakat umum memiliki akses yang terbuka terhadap sumberdaya. Kondisi ini membawa imflikasi bahwa produk dan jasa lingkungan tidak memiliki harga pasar, atau untuk mendapat manfaat produk/jasa, maka orang tidak harus membeli secara langsung dengan harga tertentu. Sebagai contoh, untuk mengkonsumsi atau memanfaatkan air domestik dan air pertanian, masyarakat cukup mengeluarkan biaya pengadaan yang nilainya relatif kecil.
- Off-side Effect (berdampak terhadap lingkungan luar), yaitu : manfaat kawasan konservasi dapat menyebar ke tingkat lokal, nasional dan global. Dengan demikian, tanpa harus membayar, maka orang yang bertempat tinggal jauh dari lokasi juga akan dapat menikmati manfaatnya.
- Uncertainty (ketidakpastian), yaitu : data dan informasi mengenai nilai potensi manfaat kawasan konservasi pada umumnya tidak lengkap atau dinilai secara tidak benar. Sebagai contoh, nilai ekonomi kawasan konservasi hanya diukur dari harga tiket masuk kawasan yang relatif sangat murah, sedangkan jumlah pengunjung kawasan konservasi relatif masih sedikit. Akibatya, penentuan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi, khususnya dalam pengalokasian dana belum optimal, karena informasi manfaat yang akan diperoleh dari pengalokasian dana tersebut secara ekonomis belum jelas, yaitu apakah akan menguntungkan atau tidak menguntungkan.
- Irrevesibility (ketidakpulihan), yaitu : apabila kawasan konservasi sudah rusak, maka sangat sulit untuk pulih lagi. Kalaupun dapat pulih lagi, akan diperlukan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat besar. Kondisi ini belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat di sekitar kawasan, sehingga perilaku yang sifatnya negatif seperti kegiatan PETI, penebangan pohon dan perambahan hutan masih sering terjadi di dalam kawasan konservasi.
sumber : Buku “Mendukung Pengelolaan Taman Nasional yang Efektif melalui Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi yang Sejahtera” (WIDADA)