100 Hari Pertama di Tahun 2017

edanDi tahun yang baru ada harapan yang dibawa tahun sebelumnya yang belum sempat dituntaskan dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. BTNGC terus menata dirinya untuk menciptakan image pengelolaan kawasan taman nasional berkedaulatan rakyat terutama dari optimalisasi pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati menjadi atraksi wisata alam yang layak dan patut untuk dinikmati oleh berbagai kalangan lapisan masyarakat.

Konsep kedaulatan rakyat yang telah dicetuskan oleh Bapak Ir. Padmo Wiyoso selaku Kepala Balai TNGC setahun lalu disepakati sebagai ide cemerlang dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TNGC. Dengan memanfaatkan potensi kekayaan alam yang terdapat di sekitar desa yang berbatasan dengan kawasan TNGC, masyarakat diharapkan mampu mendekati cita-cita kesejahteraan rakyat.  Misalnya, batu-batu hitam yang terhampar dan berserakan di Blok Batu Luhur dsk kini telah disulap oleh kelompok masyarakat Desa Padabeunghar dsk menjadi ODTWA (Obyek Daya Tarik Wisata Alam) yang sedang digandrungi oleh kaum muda sebagai tempat melepaskan penat dari rutinitas sehari-hari di akhir pekan. Lalu ada Blok Pajaten yang dahulu dianggap tempat “terkutuk” karena dikepung oleh ratusan hektar alang-alang dan semak belukar dan hany terdapat hamparan batu-batu yang sangat gersang. Kini perlahan namun pasti, wajah Blok Pajaten mulai berubah mendekati destinasi.

Aktivitas wisata alam tentunya akan berdampak pada peningkatan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan peningkatan usaha ekonomi masyarakat sekitar kawasan dan Pemerintah Daerah setempat.

Tidak hanya masyarakat sekitar kawasan yang diharapkan mampu memanfaatkan potensi kekayaan keanekaragam hayati menjadi aktivitas wisata yang bernilai ekonomis, namun seluruh pertugas BTNGC baik fungsional maupun non struktural diharapkan mampu menciptakan peluang usaha yang didasarkan pada spesifikasi tugasnya. Hal ini memungkinkan segala kegiatan yang dilakukan petugas dapat menjadi atraksi yang menarik pengunjung untuk turut serta berpatisipasi secara aktif. Misalnya, seorang petugas PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) yang telah menguasai segala tek-tek bengek tentang Elang Jawa diharapkan mampu mempromosikan kemampuannya tersebut kepada pengunjung. Dalam kegiatan tersebut pengunjung akan diajak mengenali segala hal tentang Elang Jawa.

Geliat pengelolaan kawasan TNGC yang berbasiskan kedaulatan rakyat rupanya telah menarik beberapa UPT Taman Nasional lainnya untuk melakukan study banding. Yang terkini adalah studi banding TN Aketejawe Lolobata. Mereka berkunjung untuk melihat, meniru dan memodifikasi model pengelolaan taman nasional yang berbasiskan pengelolaan bermasyarakat terutama melalui partisipasi dalam aktvitas wisata alam. Maklum konon katanya di TN Aktejawe Lolobata belum terdapat destinasi wisata alam.

Permasalahan keterbatasan anggaran yang selalu menjadi alasan klasik pemerintah dalam pembangunan taman nasional, kini perlahan mulai teruraikan dengan konsep pengelolaan taman nasional yang berbasiskan partisipasi masyarakat terutama dalam hal wisata alam. Karena ada banyak hal yang menjadi efek domino. Secara otomatis terjadi alih profesi masyarakat yang tadinya melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi di dalam kawasan (berladang, berburu dll) kini mulai ditinggalkan. Selain itu dengan kehadiran masyarakat sebagai operator pengelolaan wisata alam, maka keamanan kawasan taman nasional menjadi lebih terkendali. Sebab batas-batas kawasan dengan lahan masyarakat yang sebelumnya sulit dijangkau, sekarang telah riuh rendah oleh aktivitas wisata alam.

Konsep kedaulatan rakyat layak mendapatkan gelar pilot project sebagai asa solusi atas berbagai kekurangan pemerintah.

Untuk tahun-tahun selanjutnya, kita berharap akan ada wajah baru Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai kawasan yang dicintai oleh masyarakat sekitarnya sebagai sumber kehidupan dan aktivitas ekonomi yang tetap berlandaskan konservasi untuk mendekati cita-cita kedaulatan rakyat.

Ikuti Kami