Caping adalah identitas khas petani yang terbuat dari anyaman silatan (bambu yang diiris tipis). Memiliki bentuk layaknya kerucut, meruncing dipuncaknya. Fungsi utama topi ini yakni melindungi muka sampai leher dari sengatan sinar matahari.
Seiring zaman, identitas ini bergeser. Topi ini justru lebih banyak dipakai oleh petani kaum hawa. Petani kaum adam lebih memilih topi konvensional, karena dianggap lebih praktis dan ringan.
Sekarang ini, kita sering melihat caping tidak di sawah atau ladang. Kita juga dapat menemukannya di “caffe” atau restoran bertema pedesaan. Ya, caping ternyata dapat menjadi karya seni. Menarik bukan?.
Nah, pada Festival Gunung Ciremai 2018 dua hari lalu (23/12), kami mencoba mengenalkan caping dan fungsinya sebagai karya seni. Caranya yakni lewat lomba melukis caping dengan cat kayu.
Lomba ini disambut antusias pengunjung. Puluhan peserta mengikutinya. Beraneka cat dasar dibagikan seperti kuning, merah, biru, hitam dan putih. Acara berlangsung seru. Apalagi waktu untuk melukis hanya dua jam saja.
Setelah dua jam berlalu, caping ditata bersaf agar kering kemudian dinilai. Hasil penilaian juri akhirnya memilih lima peserta terbaik. Ada yang menggambar elang, “landscape” gunung Ciremai, macan tutul Jawa dan hal menarik lainnya tentang gunung tertinggi di Jawa bagian barat ini. dari kelompok Jaya Pakuan Pajaten, desa Kaduela, Pasawahan, Kuningan menjadi yang terbaik.
“Selain gambar yang menonjol juga mewakili semua tentang gunung Ciremai juga disertai teknik yang berbeda dibandingkan dengan peserta lain”, ungkap Kuswandono, Kepala Balai TN Gunung Ciremai, salah satu juri lomba.
#sobatCiremai, setiap benda memiliki banyak fungsi apabila kita mengkreasikan dengan baik, contohnya caping. So, jangan pernah kita remehkan suatu benda apalagi hasil budaya leluhur kita ya sobat.
[teks & foto © Dwi S – BTNGC | 122018]