Keruing Gunung (Dipterocarpus retusus) adalah salah satu jenis kayu khas dari daerah tropis. Tumbuhan ini menyebar dari India, Burma, Vietnam sampai Indonesia. Di negeri ini dapat ditemukan di Aceh, Bali, Lombok, Sumbawa dan Jawa bagian barat.
Keruing umumnya berupa pohon berukuran sedang sampai besar. Pohon dengan nama lokal Palahlar ini tumbuh dalam hutan primer ketinggian 800 – 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ketinggian tajuk dapat mencapai 65 meter. Sedangkan batangnya berbentuk lurus dan bulat gilig dengan gemang mencapai lebih dari 150 hingga 260 sentimeter. Apabila kita melukai batang dan rantingnya, keruing akan mengeluarkan resin yang acapkali amat berlimpah.
Pernahkah sobat mendengar Keruing gunung?. Pohon ini sudah sangat langka loh, bahkan bisa dikatakan terancam punah. Di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), kayu ini dapat ditemukan di sebuah punggung bukit dengan populasi sangat minim.
Kayu dari marga “Dipterocarpaceae” ini terkenal pada industri pengolahan kayu. Biasanya industri tersebut membutuhkan sebagai bahan bangunan rumah, perahu ataupun perabotan rumah tangga. Alasannya palahlar mempunyai kelas awet yang tinggi. Popularitas dan nilai jual kayu ini pun cukup baik di pasaran. Namun hal ini juga yang membuatnya sulit ditemukan di alam.
sobat ciremai Palahlar bermanfaat yakni sebagai tanaman obat (anti bakteri). Kita dapat memanfaatkan bagian kulit kayu dan daunnya. Manfaat sebagai tanaman obat ini menunjukan bahwa Keruing Gunung merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu potensial sebagai sumber biofarmaka.
TNGC sebagai kawasan konservasi yang mempunyai potensi sumber daya alam yang tinggi sangat dibutuhkan keberadaannya untuk kelangsungan hidup masyarakat setempat. Selain sebagai penyangga kehidupan manusia, TNGC bisa dijadikan tempat menimba ilmu untuk ilmu pengetahuan berharga tentang kehidupan. Begitu pula pohon Palahlar di TNGC yang terancam punah diperlukan usaha agar pohon tersebut bisa lestari. So mari kita jaga agar Palahlar tetap eksis sehingga kita dapat memanfaatkannya secara bijak.
[Teks © Ahmad Fuad ; Foto © PEH BTNGC | 012019]