“Gunung api selalu mempunyai cerita dan kisah sendiri yang unik dan menarik. Begitu pun gunung Ciremai. Fenomena alam yang terbentuk akibat aktifitas erupsinya menjadi dongeng yang terpahat alami pada setiap bagian tubuhnya. Terpatri indah pada bagian gigiran puncak, dinding kawah hingga dasarnya. Laksana ‘relief’ pada candi-candi dengan kisahnya”, tulis Harley Bayu Sastha dalam buku Menggapai Puncak Gunung Ciremai, 2018.
Memang benar gunung api Ciremai menyimpan seabreg dongeng menarik. Salah satunya dongeng erupsi gunung Ciremai yang berkaitan dengan sepak terjang Nyi Pelet. Yuk kita simak!.
Pertarungan olah kanuragan antara Ki Buyut Manguntapa melawan Nyi Pelet di Lambosir berakhir dengan kekalahan Nyi Pelet. Berkat bantuan bala tentara Keraton Pakungwati, Ki Buyut berhasil mengenyahkan Nyi Pelet beserta para pengikutnya dari muka bumi. Tapi kemenangan Ki Buyut menelan korban tewas ratusan jiwa dalam pertarungan dahsyat itu.
Raibnya istana, pengikut dan Nyi Pelet itu sendiri tersimpan dalam ingatan masyarakat setempat bersamaan dengan letusan Ciremai pada 3 Februari 1698.
”Gunung di Cirebon telah roboh yang mengakibatkan air begitu tinggi hingga merusak tanah daerahnya dan menyebabkan korban manusia”, kata Brascamp, Meneer Asisten Perkebunan Jawa,1919. Namun kejadian itu diragukan Van Neuman pada 1951.
Semenjak menghilangnya Nyi Pelet, masyarakat sekitar kaki gunung Ciremai kembali hidup seperti semula. Kehidupan berjalan normal dan terasa tenang tanpa teror Nyi Pelet. Para petani kembali bekerja di ladang dan sawah tanpa rasa khawatir. Para pedagang bebas berniaga aneka hasil bumi di pasar. Sementara para orang tua dan gadis tak lagi merasa was-was kekasihnya jadi korban Nyi Pelet.
Saat itu, satu hal yang menakutkan masyarakat ialah Kumpeni. Sebab, sang penjajah bangsa itu kerap kali menindas rakyat dengan membeli hasil bumi dengan harga sangat murah atau mengambil paksa.
Anehnya para “Pamong Praja” atau pemimpin seperti Demang, Kuwu, dan Lurah hanya menonton. Mereka tampak pasrah dan tunduk kepada Kumpeni. Sementara rakyat hanya bisa pasrah menerima keadaan itu.
Suasana kehidupan yang demikian sulit itu berlangsung selama tiga generasi.
“Menurut cerita buyut saya, zaman itu memang serba susah”, tutur Abah Yatna, warga desa Linggasana, Cilimus, Kuningan, Jawa Barat (12/2).
Dua ratus tahun kemudian, tak ada angin dan tak ada hujan tiba-tiba Nyi Pelet dan segenap pengikutnya kembali muncul. Entah dengan cara bagaimana Nyi Pelet bisa datang lagi dan meneror masyarakat setempat.
Kemunculan kembali Nyi Pelet menambah keruh suasana masyarakat yang tengah dirongrong Kumpeni. Setiap malam, bila ada jejaka yang pergi ke luar desa maka tak pernah kembali. Warga menduga mereka diculik untuk jadi tumbal Nyi Pelet.
Saat bulan purnama, korban jejaka semakin banyak. Warga sering menemukan mayat korban Nyi Pelet di jalan, jurang, kebun dan hutan dalam keadaan mengenaskan. Jenazah para bujangan naas itu bersimbah darah. Bahkan terkadang hilang beberapa organ tubuhnya.
“Lalu muncul Sanjaya, pendekar pilih tanding dari negeri Parahyangan untuk menumpas Nyi Pelet”, cerita Sukana, warga desa Sagarahyang, Darma, Kuningan, Jawa Barat (12/2).
Suatu malam, terang sinar bulan menyinari kerucut gunung Ciremai. Sanjaya memergoki Nyi Pelet sedang mengincar mangsa yang tak jauh dari Situs Lingga itu. Tak ayal pemuda sakti itu langsung menyerang Nyi Pelet.
Pertarungan dahsyat terjadi malam itu juga. Sanjaya mengerahkan seluruh “elmu panimu, jampe pamake” (kesaktian, red) untuk mengakhiri perbuatan durjana Nyi Pelet.
Jurus Amarah Suci yakni bertarung tanpa rasa benci milik Sanjaya mampu memojokkan Nyi Pelet. Sebab pukulan dan tendangan Sanjaya berisi tenaga dalam warisan Ki Buyut Manguntapa.
Pada suatu gerakan silat, Sanjaya berhasil melayangkan pukulan ke dagu Nyi Pelet. Dengan pukulan itu Nyi Pelet terpental jauh hingga ke puncak Ciremai.
“Duaar!”, seketika terjadi ledakan dahsyat yang menggoncang langit dan bumi. Api pijar tampak mengalir dari puncak ke bawah. Awan hitam membumbung tinggi seolah memenuhi angkasa.
Kejadian itu bersamaan dengan erupsi Ciremai pada 1917. “Hembusan uap belerang dari dinding selatan mengeluarkan asap ‘fumarola’ secara kuat hingga membuat lubang besar. Lubang itu disebut Goa Walet”, tulis Van Gils, Meenir Belanda.
Sejak itu hingga kini, tak pernah terdengar lagi sepak terjang Nyi Pelet. Namun mengingat Nyi Pelet ialah siluman, mungkinkah suatu saat nanti dia muncul kembali?.
#sobatCiremai, terlepas dari benar atau tidaknya cerita tersebut, dongeng tadi bisa kita maknai sebagai kekayaan sosial budaya masyarakat gunung Ciremai. So, ambil kebaikan cerita tadi dan buang keburukannya.
[Teks © Tim Admin, Foto © Rudi-BTNGC | 022019]