Bawang daun merupakan salah satu komoditas utama yang biasa ditanam di luar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dusun Palutungan, desa Cisantana, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
Alasan mayoritas masyarakat sekitar menanam bawang daun karena tanah yang cocok. Ya, ternyata kecocokan tanah tak berarti tanpa rintangan untuk bertani. Kendala utama yang dihadapi para petani adalah si lalat kecil “Liriomyza sp”.
Lalat ini menginvasi tanaman bawang daun sejak telur. Telur tersebut kemudian berkembang menjadi larva. Larva inilah yang menimbulkan korokan atau garis putih panjang pada daun bawang. Lama- kelamaan daun bawang akan menjadi layu dan menguning. Ini jelas mengurangi tingkat produktivitas bawang daun.
Pengendalian si lalat kecil biasa menggunakan pestisida kimia. Tapi itu tentu berdampak bagi lingkungan dan manusia sekitarnya.
Ada pula pengendalian dengan cara pertanian sehat bagi si kecil ini. Caranya yakni melalui rotasi tanaman menggunakan komoditas lain, tidak memakai pupuk nitrogen yang berlebihan, sanitasi lahan, penyiraman dengan air bersih bukan air genangan, penggunaan perangkap dan musuh alami, serta insektisida nabati.
Nah #sobatCiremai, pengendalian hama tanaman termasuk “Liriomyza sp” ternyata bisa dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Itu tentu bisa mengurangi bahan kimia di lingkungan ya sobat.
Apalagi bila ramuan ajaib “Plant Growth-Promoting Rhizobacteria” (PGPR) sudah dipakai petani, tentu tanaman akan sehat semua. Ya, PGPR memang diharapkan bisa menjadi senjata pemusnah massal bagi hama tanaman.
Apa itu PGPR sobat?. Lupa lagi?. Coba cek kembali posting kami tentangnya ya!. So, ayo tanamkan perilaku sehat terhadap lingkungan.
[Teks & foto © Tim KKNT IPB-BTNGC | 062019]