Patriotisme Dipati Ewangga: Cerita Panglima Perang Kuningan, Jawa Barat


.
Konon, Sultan Cirebon punya dua putra angkat yang seumuran yakni Arya Kamuning dan Ewangga. Keduanya ialah dwi tunggal penguasa #Kuningan. Boleh dikatakan, Arya Kamuning menjabat pemimpin. Sedangkan Ewangga, tangan kanan Arya Kamuning.
.
Namun sumber bacaan lain menyebutkan, Ewangga ialah Menak (Ningrat, red) #Sunda dari #Cianjur yang berguru kepada Sunan Gunung Jati. Kemudian ditugaskan mendampingi pemerintahan Arya Kamuning.
.
Nah, patriotisme Ewangga diperkirakan termaktub tatkala ia bergabung dengan penyerbuan kedua pasukan #Mataram terhadap Kumpeni di pelabuhan Sunda Kalapa pada Mei 1629.
.
Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Mataram #Islam tak sudi tanah Jawa dirongrong Kumpeni yang licik dalam berniaga. Lalu Sinuhun mengumpulkan 14 ribu pasukan dari semua penjuru #Jawa untuk mengusir kaum penjajah itu.
.
Di antara belasan ribu prajurit tersebut, Ewangga memimpin dua ribu pemuda pilih tanding dari #Cirebon, Kuningan, dan sekitarnya.
.
Pasukan Dipati Ewangga di bawah pucuk pimpinan Dipati Ukur, Bupati #Pasundan bertugas menyiapkan lumbung pangan di sekitar Cirebon dan #Karawang. Lumbung tersebut didirikan sebagai antisipasi kelemahan atas kekalahan serangan pertama pada 27 Agustus 1628.
.
Nahas lumbung logistik tersebut dihanguskan Kumpeni dan pengkhianat ketika seluruh pasukan Ewangga bergerak menuju #SundaKalapa.
.
Setelah menyusuri pesisir pantai utara Jawa, tibalah pasukan di daerah selatan Sunda Kelapa. Di tempat ini, pasukan Ewangga kembali mempersiapkan logistik perang.
.
Benteng Hollandia menjadi saksi bisu peristiwa berdarah itu. Setiap pemimpin pasukan Mataram berteriak, “Allahuakbar, merdiko!”. Kalimat itu dipekikan sambil menarik tali kuda agar melaju kencang.
.
Anak panah beterbangan memenuhi langit lalu turun seperti hujan yang menimpa apa saja di bawahnya. Tombak silih menghujam kawan dan lawan. Dentuman meriam menghamburkan tanah yang merobohkan satu persatu nyawa manusia.
.
Tak lama, benar saja ribuan mayat bergelimpangan dari kedua belah pihak. Bau anyir semerbak ke mana-mana meninggalkan aroma kurang sedap.
.
Tentara Mataram bertarung sekuat tenaga. Namun rupanya malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. “Elmu panimu jampe pamake” tak mampu menghancurkan #Kumpeni.
.
Panglima tertinggi, Dipati Ukur bersama Ewangga serta panglima lainnya harus menerima kenyataan kekalahan perang. Karena pasukan Mataram hanya tersisa 4 ribuan saja. Terpaksa mereka menarik mundur pasukan dari medan perang.
.
Mereka beristirahat di daerah selatan Sunda Kelapa. Tapi ada juga sebagian pasukan yang dipimpin Dipati Ukur pergi ke daerah lain.
.
Yang jelas, pasukan ini tak mungkin kembali ke Mataram. Karena titah raja sangat tegas, “mukti utowo mati” (menang atau mati, red).
.
Jadi, hukuman mati menanti prajurit yang tak mampu mewujudkan perintah raja untuk menundukan musuh. Misalnya Tumenggung Bahurekso yang wafat di tangan algojo Sultan.
.
Tidak demikan dengan Ewangga. Ia tetap bersikukuh menghimpun kekuatan di selatan Sunda Kelapa. Ia mengumpulkan logistik, merekrut pemuda-pemudi untuk segera menyerang Kumpeni lagi.
.
Setelah merasa cukup kuat, pasukan Ewangga membendung sungai #Ciliwung yang melintas di depan markas Kumpeni. Lalu mengisi sungai itu dengan ribuan mayat prajurit yang tewas beberapa hari lalu. Alhasil, Ciliwung menjadi tercemar sehingga menimbulkan wabah #kolera.
.
Strategi ini cukup berhasil. Terbukti Gubernur Jenderal Kumpeni, J.P. Coen tewas akibat wabah tersebut.
.
Pasca peristiwa itu, Ewangga memilih menetap di suatu kawasan yang ia beri nama Kuningan. Ya, nama tempat yang sama dengan tempat tinggalnya dulu.
.
Di Kuningan, Jakarta, Ewangga membangun basis perlawanan terhadap Kumpeni dengan menyebarkan Islam sampai akhir hayatnya. Di sini pula ia dikebumikan untuk selama-lamanya.
.
Oleh karena kiprah itu, orang #Betawi menjuluki Ewangga sebagai Pangeran Kuningan. Mungkin inilah toponimi Kuningan yang ada di #Jakarta yang namanya serupa Kuningan di #JawaBarat.
.
Sebenarnya versi yang paling populer menyebutkan Pangeran Kuningan hidup antara 1449 sampai 1579. Menurut versi tersebut, Pangeran Kuningan menyerbu Banten lalu menyerang #Portugis di #Batavia.
.
#sobatCiremai, sikap patriotisme pejuang kemerdekaan sudah semestinya kita tiru dan amalkan. So, ayo kita isi kemerdekaan dengan hal-hal positif untuk menghormati jasa para pejuang. Merdeka!.
.
[Teks & image ©️ Tim Admin-BTNGC | 082019]

Ikuti Kami