Gerakan pemberontak bersenjata kepada Republik Indonesia pernah terjadi antara 1947 sampai 1962. Ya, selama 13 tahun pemberontak ini disebut menghalangi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Gerombolan itu banyak bersembunyi dan membangun markas di hutan gunung Ciremai. Salah satunya di blok gunung Dulang”, cerita Dodo, warga desa Padabeunghar, Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat (20/8).
Menurut Dodo, gerombolan itu kerap meneror warga dan menjarah hewan ternak seperti ayam, kambing, dan sapi untuk logistik makan.
Aksi pemberontak itu menyebabkan ribuan wanita menjadi janda dan ribuan anak menjadi yatim-piatu.
Sumber informasi lain menyebutkan 13.000 rakyat Sunda, anggota Organisasi Keamanan Desa (OKD) serta pasukan Indonesia ikut gugur dalam perang saudara itu.?
Tapi pasca Kartosoewirjo, pimpinan pemberontak tersebut ditangkap pasukan Indonesia dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini diyakini terpecah dan padam.
“Sampai sekarang masih ada bekasnya seperti piring seng dan gelas. Bahkan bekas lapangan voley ball pun masih ada”, lanjut Dodo.
Nah, di balik peristiwa kelam ini, ternyata ada kisah cukup menggelikan saat pengepungan pemberontak di gunung Ciremai oleh pasukan Indonesia yang dibantu rakyat.
“Naripah, warga desa Bantaragung, Majalengka disandera puluhan anggota pemberontak di gunung Dulang pada 1950-an”, ungkap Dodo.
Menurut Dodo, Endang, pemimpin gerombolan itu kebal senjata api. Terbukti saat kepergok di mata air, ia diberondong senjata api. Namun luput dari terjangan peluru.
Oleh karenanya meski dikepung selama sebulan, pemberontak itu tak memberikan tanda akan menyerah kepada pasukan pejuang.
Waktu itu Komandan pasukan Indonesia yang ikut mengepung terus memutar otak untuk mencari cara terbaik melumpuhkan musuh. Tapi nihil.
Di tengah kebuntuan strategi, Tarya, anggota OKD Padabeunghar mengusulkan agar menggoreng ikan asin agar pemberontak itu keluar dari sarangnya.
Anehnya, saran itu langsung diterima Komandan pasukan pejuang Indonesia.
“Ikan asin digoreng. Mungkin wanginya sampai ke markas pemberontak sehingga membuat perut lapar dan tak ada yang bisa dimakan lagi”, lanjut Dodo.
Benar saja, tak lama gerombolan pemberontak itu keluar dari persembunyian untuk menyerahkan diri dan membebaskan sanderanya.
“Sebelum gerombolan pemberontak itu digelandang ke Cirebon oleh pejuang, mereka makan bersama dulu dengan menu nasi, ikan asin peda, dan sambal”, tutup cerita Dodo.
#sobatCiremai, entah benar atau tidak cerita dari Dodo tadi. Namun yang jelas, Pancasila sebagai idiologi tak bisa ditawar lagi.
So, mari pererat persatuan dan kesatuan bangsa demi mewujudkan Indonesia yang maju.
[Teks & foto © Tim Admin-BTNGC, foto © IG @bumininiresto @lawangbuku | 112019]