KONFLIK SATWA
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan kawasan hutan yang ideal sebagai habitat alami untuk satwa. Keberadaan satwa penghuni hutan TNGC ini sangat penting keberadaannya, karena jika satwa itu punah secara local dari kawasan TNGC maka itu artinya keseimbangan ekosistem di kawasan hutan TNGC akan terganggu. Kepunahan local merupakan salah satu ancaman besar untuk kelestarian kawasan TNGC.
Kepunahan ini sendiri dimulai dari ulah manusia yang mengganti alih fungsi hutan menjadi suatu perladangan dan perkebunan. Walaupun saat ini kegiatan perladangan dan perkebunan di kawasan TNGC telah tiada, namun hal ini telah merubah prilaku satwa menjadi ketergantungan terhadap aktifitas manusia dalam berladang dan berkebun. Ketergantungan ini menyebabkan satwa yang tinggal mengalami kesusahan dalam mencari makan untuk bertahan hidup. Hal ini dapat menyebabkan satwa menjadi lebih liar. Apabila mereka sudah mengalami kesusahan untuk mencari makan dalam habitat alaminya, maka mereka akan mencari makanan di daerah sekitar hutan atau ke pemukiman penduduk yang berada di sekitar hutan. Dengan banyaknya satwa liar yang mencari makan di luar habitat alam mereka, secara tidak langsung terjadi interaksi antara warga sekitar dengan satwa liar tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kekhawatiran masyarakat sekitar terhadap munculnya satwa-satwa liar yang mencari makanan di daerah pemukiman warga. Kehadiran satwa liar tersebut tidak hanya meresahkan warga sekitar, tapi juga merusak lahan pertanian mereka. Dengan adanya hal-hal tersebut dapat menyebabkan konflik antara penduduk setempat dengan satwa liar.
Konflik antara manusia dan satwa liar terjadi akibat sejumlah interaksi negatif baik langsung maupun tidak langsung antara manusia dan satwa liar. Pada kondisi tertentu konflik tersebut dapat merugikan semua pihak yang berkonflik. Konflik yang terjadi cenderung menimbulkan sikap negatif manusia terhadap satwa liar, yaitu berkurangnya apresiasi manusia terhadap satwa liar serta mengakibatkan efek-efek detrimental terhadap upaya konservasi. Kerugian yang umum terjadi akibat konflik diantaranya seperti rusaknya tanaman pertanian dan atau perkebunan serta pemangsaan ternak oleh satwa liar, atau bahkan menimbulkan korban jiwa manusia. Disisi lain tidak jarang satwa liar yang berkonflik mengalami kematian akibat berbagai tindakan penanggulangan konflik yang dilakukan.
Konflik manusia – satwa liar merupakan permasalahan kompleks karena bukan hanya berhubungan dengan keselamatan manusia tetapi juga satwa itu sendiri. Konflik yang terjadi seharusnya mendorong para pihak terkait lebih bijaksana dalam memahami kehidupan satwa liar sehingga tindakan penanganan dan pencegahannya dapat lebih optimal dan berdasarkan akar permasalahan konflik tersebut.
Konflik Satwa Liar dengan Masyarakat Sekitar Kawasan di kawasan TNGC berdasarkan laporan dari masyarakat sekitar kawasan TNGC telah lama berlangsung sejak tahun 2011, hal ini ditandai dengan banyaknya laporan masyarakat yang melaporkan lahan pertanian atau perkebunan milik masyarakat yang diserang oleh babi hutan (Sus scrofa) dan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mengakibatkan gagal panen. Banyak lahan masyarakat yang ditelantarkan/tidak digarap karena perhitungan biaya produksi dalam mengelola lahan yang tinggi di sebanding dengan hasil panen yang selalu gagal akibat serangan babi hutan dan kera ekor panjang. Hal ini menyebabkan kondisi ekonomi masyakarat sekitar kawasan terganggu.
Balai TNGC selaku pengelola kawasan Gunung Ciremai menanggapi serius aduan masyarakat tentang Konflik Satwa Liar dengan Masyarakat Sekitar Kawasan tersebut terutama babi hutan dan kera ekor panjang, Adapun upaya dalam penanganan Konflik Satwa Liar dengan Masyarakat Sekitar Kawasan tersebut memilih opsi-opsi solusi konflik dengan mempertimbangkan langkah yang mengurangi resiko kerugian yang diderita oleh manusia, serta di lain pihak tetap mempertahankan kelestarian satwa liar yang terlibat konflik.
Prinsip Penanggulangan Konflik Antara Manusia
Dan Satwa Liar
a.
Manusia dan satwa liar sama-sama penting
Konflik manusia dan satwa liar menempatkan kedua pihak pada situasi dirugikan. Dalam memilih opsi-opsi solusi konflik yang akan diterapkan, pertimbangan langkah untuk mengurangi resiko kerugian yang diderita oleh manusia, secara bersamaan harus didasari pertimbangan terbaik untuk kelestarian satwa liar yang terlibat konflik.
b. Site spesific.
Variasi karakteristik habitat, kondisi populasi, dan faktor lain seperti jenis komoditas, membuat intensitas dan solusi penanganan konflik bervariasi di masing-masing wilayah, menuntut penanganan yang berorientasikan kepada berbagai faktor yang berperan dalam sebuah konflik. Sehingga sangat memungkinkan terjadinya pilihan kombinasi solusi yang beragam pula di masing-masing wilayah konflik. Solusi yang efektif disuatu lokasi, belum tentu dapat diterapkan pada situasi konflik di daerah lain, demikian pula sebaliknya.
c. Tidak ada solusi tunggal
Konflik antara manusia dan satwa liar dan tindakan penanggulangannya merupakan sesuatu yang kompleks karena menuntut rangkaian kombinasi berbagai solusi potensial yang tergabung dalam sebuah proses penanggulangan konflik yang komprehensif.
d. Skala landsekap
Satwa liar tertentu,memiliki daerah jelajah yang sangat luas. Upaya penanggulangan konflik yang komprehensif harus berdasarkan penilaian yang menyeluruh dari keseluruhan daerah jelajahnya (home range based mitigation).
Metode yang sudah dilakukan dalam Penanggulangan Konflik Satwa Liar dengan Masyarakat Sekitar Kawasan jenis Babi Hutan dan Kera Ekor Panjang di wilayah kerja Taman Nasional Gunung Ciremai adalah sebagai berikut :
- Penjagaan dan Penggiringan satwa liar kedalam habitatnya.
Teknik pengendalian dan penaggulangan satwa Babi Hutan dengan penjagaan dan penggiringan dilaksanakan sebagi berikut :
- Penjagaan dilaksanakan di areal kebun masyarakat
yang berbatasan dengan kawasan hutan.
- Pelaksanaan kegitan dilaksanakan pada waktu –waktu aktifitas babi hutan yaitu sore hingga malam hari.
- Penjagaan dan penggiringan dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat yang biasanya membawa anjing dengan tujuan apabila Babi Hutan masuk kekebun masyarakat akan segera digiring kembali ke kawasan hutan.
- Pemagaran dengan menggunakan jaring paranet.
Teknik pengendalian dan penaggulangan satwa liar jenis Babi Hutan dan Kera Ekor Panjang dengan pemagaran dilaksanakan sebagi berikut :
- Pagar dibuat dari jaring paranet dengan tinggi 120 cm
- Membuat tiang atau penyangga
- Pemagaran dilakukan di batas kawasan hutan yang berbatasan dengan kebun masyarakat.
- Kastrasi.
Merupakan salahsatu upaya menekan perkembangbiakan satwa tersebut supaya satwa tersebut tidak over populasi, dengan cara mengkebiri pejantan yang masih produktif. Kastraksi ini pernah dilakukan pada species kera ekor panjang.