Hari ke 2
Pagi yang datang begitu cepat, rasa-rasanya belum tidur. Udara pagi di Jepara terasa lebih hangat daripada di Kuningan. Lokasi Jepara yang memang dekat pantai nampaknya menjadi penyebab udara terasa berbeda. Sarapan pagipun dimulai dengan lahapnya menyantap menu yang disediakan Hotel Kalingga. Sebelum jam 9 Bus Bhineka bergerak menuju pelabuhan bandengan. Pembagian tiket dimulai. Harga tiketnya Rp.150.000/orang. Kapal Motor (KM) Express Bahari telah menanti dengan terapung-apung di dermaga. Para penumpang mulai menaiki KM tersebut satu persatu setelah melewati petugas pemeriksa tiket. Lalu penumpang duduk sesuai nomor kursi yang ditentukan. Beberapa selang kemudian terasa KM beranjak dari dermaga. Mula-mula mundur sampai kepala KM menghadap laut untuk segera oncat dari pelabuhan. Dari jendela KM terlihat patung penyu raksasa seolah-olah mengucapkan selamat jalan dan bersenang-senang.
KM melaju perlahan beberapa saat, setelah kira-kira berada pada laut yang dalam kecepatannya ditambah naik ketingkat tercepat, mungkin berkisar 80 km/knot. Bagi kami yang sehari-hari di gunung merasa agak aneh ketika menumpang KM. Perut seperti diaduk-aduk oleh blender. Untungngya keadaan segera mencair, suara riuh rendah akibat lelucon khas orang sunda menjalar ke setiap penumpang. Meskipun ada penumpang lain, namun kumpulan orang sunda ini tetap cuek dengan gaya humornya yang tinggi. Hehhe…
Kami menikmati perjalanan dengan cukup nyaman. Ada film yang diputar di DVD, ada pula yang menikmati angin laut di bagian belakang kapal dengan secangkir kopi. Namun ada juga yang tertidur pulas ditemani dengkuran keras. Zzzz…..!!!
2 jam lebih kemudian kecepatan KM mulai berkurang dan sepertinya satu mesin dimatikan. Mengintip dari jendela remang-remang mulai terlihat Pulau Karimunjawa muncul menampakan dirinya dari tirai kabut yang menyelimutinya. Bangunan rumah-rumah penduduk telihat berjajar. Tak lama KM bersandar di pelabuhan dan satu per satu penumpang turun dari KM.
3 buah mobil jemputan telah siap mengantar rombongan kami ke penginapan Nemo, Kita dan Virzha. Hanya beberapa menit kami telah tiba di penginapan. Hidangan santap siang telah tersedia. Es kelapa muda menjadi menu favorit, cuaca yang terasa hangat membuat kami berebut gelas minuman.
Ada hal yang menarik, aliran listrik di Pulau Karimunjawa hanya berlangsung saat malam hari, itupun hanya 2 jam. Hal ini disebabkan karena sumber listriknya hanya mengandalkan cahaya matahari sebagai sumber energi utama listrik. Sisa waktu malam gelap dihabiskan dengan penerangan dari mesin jenset atau mesin diesin yang suaranya bising itu. Permasalahan utama Pemerintah setempat memang belum ditemukan sumber energi untuk dapat dijadikan energi listrik seperti waduk, gas dsb.
1 jam berselang rombongan telah bersiap-siap mengenakan pakaian untuk kembali melaut. Jalan menuju pelabuhan kecil di Pulau Karimunjawa dapat ditempuh dengan jalan kaki karena memang hanya berjarak puluhan meter saja dengan tempat yang disebut alun-laun oleh penduduk setempat. Tiba di pelabuhan itu, matahari menyengat bak menampakan kegagahannya. Sangat silau sekali, kaca mata hitampun menjadi pilihan agar mata dapat bekerja dengan sempurna. Kali ini menggunakan perahu motor tempel sewaan. Rombongan dibagi menjadi 3 perahu motor tempel. Masing – masing peserta menggunakan pelampung. Tiap perahu motor tempel di kendalikan oleh 3 orang yang berpengalaman. Raungan suara mesin perahu motor tempel mulai terdengar bising. Namun suara bising itu mudah dihiraukan karena sajian pemandangan lautan lengkap dengan Pulau Karimunjawa beserta pulau-pulau lain disekitarnya membuat takjub rombongan kami.
Gerombolan ikan kecil berenang kesana kemari di dermaga pantai itu. Tidak ada yang mengambil ikan-ikan kecil itu karena apalah artinya ikan kecil lah wong ikan besar saja banyak. Hehhe…
Alloh SWT menganugrahkan kekayaan alam laut yang melimpah di Pulau Karimunjawa dan sekitarnya bagi penduduknya sehingga mereka tidak kekurangan protein hewani. Bagi penduduk Pulau Karimunjawa memakan ikan setiap hari adalah biasa sama biasanya seperti penduduk di pedalaman pulau Jawa yang sehari-hari mengkonsumsi tahu dan tempe.
Sungguh beruntung, lautan terlihat begitu tenang tanpa angin. Perahu motor tempel mulai melaju, perairan laut dangkal Pulau Karimunjawa memanjakan mata kami. Hamparan padang rumput laut, karang-karang terlihat dari dalam air laut. Keseluruhannya seperti permadani di kaki langit. Penampakan lautan, pasir di pantai, bukit yang hijau menyajikan panorama alam yang khas. Terasa sungguh jauh berbeda dengan pemandangan sehari-hari kami di gunung ciremai. Subhanalloh…..
Pulau yang kami tuju adalah pulau Menjangan Kecil. Kata driver perahu motor tempel jaraknya dapat ditempuh selama 30 menit. Selama waktu itu mata kami sibuk menelan pemandangan lautan dangkal dengan air laut biru yang berbinar-binar dihantam cahaya matahari.
Mesin perahu dimatikan pertanda pulau Menjangan Kecil telah dekat. Di sebuah dermaga perahu motor berlabuh. Nyiur kelapa yang berjejer melambai tertiup angin dan berkata “Wilujeng Sumping”.
Tampak ada 3 sampai 4 bangunan kayu yang mungkin dipergunakan sebagai Home Stay di pulau Menjangan Kecil itu. Ada juga lapangan voli pantai. Sesungguhnya lapangan voli pantai itu sangat menggoda untuk dicoba. Apalagi di lapangan voli pantai itu sedang ada sekelompok orang yang bermain. Biasanya kami bermain bola voli di halaman belakang kantor. Tapi karena lapangan itu sedang direhab, maka kami tidak bermain voli lagi sampai rehabnya selesai. Betapa asyiknya membayangkan bermain voli di pantai itu. Sayang kedatangan kami kali ini bukan untuk bermain voli pantai. Hehhe..
Tak lama pihak event organizer BF Institut Training Center-Mas Bayu langsung mengambil alih pimpinan rombongan. “Selamat datang di Pulau Menjangan Kecil” sambut Mas Bayu. “Disini kita akan melakukan game, ingat bapak-ibu ini hanya game. Jadi kami mohon untuk tidak berbuat curang!!! Gudublak….” lanjut Mas Bayu.
Rombongan dibagi menjadi 2 kelompok.
Kelompok 1 bertugas memindahkan bola dengan menggunakan pipa plastik yang telah dibelah dua dari satu titik ke titik tujuan secara estafet dan bolanya tidak boleh jatuh. Bila bola terjatuh maka harus diulangi dari titik awal.
Kurangnya konsentrasi peserta menyebabkan bola terjatuh dan menjadi bahan candaan. Suara tawa riuh rendah membuat suasana ceria dibibir pantai pulau Menjangan Kecil itu.
Kelompok 2 bertugas memindahkan bola dari satu titik ke titik tujuan hanya dengan menggunakan seutas benang. Masing-masing peserta hanya diberikan satu benang saja. Benang-benang itu harus dipegang pada ujung-ujungnya oleh 2 orang yang berbeda. Lalu dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi jaring atau jala. Rupanya bola sulit mengangkat bola dengan jaring tersebut.
Berkali-kali bola terjatuh sebelum diangkat. Bila berhasil diangkatpun bola selau terjatuh lagi sebelum sampai tempat tujuan. Mentok dengan bola yang terus terjatuh. Beberapa peserta mulai berinisiatif melakukan praktik-praktik kecurangan ! hehhee.. bolanya diambil menggunakan tangan lalu menaruhnya diatas jaring. Sialnya cara itu tidak berhasil.
“Bagaimana kalau kita seret saja bolanya?” usul salah satu peserta. Padahal diawal Mas Bayu telah menjelaskan bahwa itu tidak boleh.
Banyaknya peserta yang memberikan usul (perintah) tanpa tindakan yang jelas di kelompok 2 membuat bola tidak pernah berhasil diangkat ke titik tujuan. Hehhe…
“Waktu game selesai !” seru Mas Bayu. “Mari berkumpul lagi bapak ibu” lanjutnya.
“Diawal tadi saya sudah tekankan bahwa ini hanyalah game, hanya game. Tidak perlu curang !” ulang Mas Bayu. Kontan semua peserta tertawa merasa tersindir. “Kalau game yang tidak ada hadiahnya saja sudah curang, apalagi dikehidupan nyata?” tambah Mas Bayu. Hehehe.. terkekeh-kekeh kami semua…..
“Terlalu banyaknya yang memberikan ide, usul dan perintah yang tidak dibarengi dengan contoh tindakan yang jelas mengakibatkan tidak berhasilnya bola diangkat ke tempat tujuan” kata Mas Bayu menyimpulkan. “Jadi, sekembalinya bapak-ibu ketempat kerja nanti hal ini harus diperbaiki” tambah Mas Bayu.
Kata-kata Mas Bayu itu terus terngiang-ngiang ditelinga.
Game over.
Hari itu petualangan berlanjut, rombongan bergerak dengan perahu motor tempel kembali ketengah lautan untuk menuju sebuah kawasan menyelam. Tujuannya salah satu titik tertentu di sebuah pulau (lupa namanya) untuk kegiatan Snorkeling. Agak bergetar mendengar snorkeling karena ini merupakan pertama kalinya mencoba. Pada sebuah area bandul berwarna merah yang terapung-apung dengan di ikat tali lalu ditanam sedimikian rupa didasar air laut, perahu motor tempel berhenti.
Pemandu mempersilakan rombongan kami untuk mengenakan peralatan snorkeling yang telah disediakan. Kacamata menyelam, sepatu katak dan alat untuk bernafas (lupa lagi namanya) masing-masing merupakan 1 set untuk setiap orang. Pemandu menjelaskan secara singkat penggunaan alat-alat snorkeling tersebut.
Setelah menyimak penjelasan pemandu, rasanya gatal sekali ingin segera mencobanya. Dimulaui dari yang termudah dulu. Sepatu katak dipakai, mudah caranya. Kacamata menyelam dipakai sampai menutupi hidup, cukup mudah. Terakhir alat untuk bernafas, terasa agak engap.
Rombongan satu persatu mulai menceburkan diri ke laut.
Ada yang menarik. Alat yang memerlukan waktu untuk adaptasi penggunaannya adalah alat untuk bernafas. Ya, bernafasnya harus dengan mulut. Bagi kami itu terasa agak sulit. Karena tentunya sehari-hari kita bernafas dengan hidung.
Pada ujung bawah alat untuk bernafas itu dimasukan ke mulut dan membuat mulut jadi agak monyong. Lalu kepala ditenggelamkan ke air. Tak terbiasa bernafas dengan mulut, kontan saja air laut masuk melalui mulut. Asinn…
Muncul kembali ke permukaan air laut. Konsentrasi berlatih pernafasan dengan mulut.
Tiup…sedot…tiup…sedot…. dengan hitungan 1….2…..1….2 dan seterusnya. Kemudian kepala ditenggelamkan kembali kedalam air laut. Dan berhasil…. rupanya kalau caranya benar. Bernafas dengan mulutpun menjadi nyaman.
Terumbu karang dan ikan-ikan kecil serta sedang berlarian kesana kemari. Ada cekungan dalam dan dangkal. Sungguh pemandangan bawah laut yang luar biasa. Saking senang dan bahagianya menikmati pemandangan bawah laut tersebut lupa malah ngomong sehingga langsung saja air laut masuk kembali ke alat pernafasan itu. Hehehhe… terkadang juga lupa kaki secara tak sengaja menginjak karang. Padahal itu tidak boleh. Punten atuh!!
Berfoto dibawah laut menjadi pengalaman menarik lainnya. Caranya pelampung harus dilepas, badan dipegang dari belakang oleh pemandu untuk kemudian ditenggelamkan ke dalam laut. Sedikit berpose, dan kamera yang telah dibaluti casing khusus mengambil jepretan foto.
“waktu snorkeling telah habis” kata pemandu mengingatkan. Benar saja hari sudah terasa sore. Badan dalam air lautpun mulai terasa mengigil. Rombongan pun berbegas naik kembali ke parahu motor tempel. Rupa-rupanya ada saja peserta yang tidak ikut kegiatan mengasyikan snorkeling. Mereka malah menonton saja. Alasannya takut masuk angin.
Laju perahu motor tempel membelah lautan ditemani angin sepoi-sepoi di senja hari itu. Langit terlihat kekuningan tanda layung mengibaskan sayapnya. Di arah jauh utara terlihat awan hitam membentuk seperti angin lesus yang sempat membuat khawatir. Mungkin di area itu sedang terjadi hujan. Melongok ke arah Pulau Karimunjawa terlihat pelangi membayanginya. Sungguh suasana senja yang teramat indah.
Dalam pada itu, perahu motor tempel diarahkan ke sebuah bagian Pulau Karimunjawa yang seperti lancip untuk kemudian memutar agar mencapai pantai dibalik sebuat bukit. Beberapa saat kemudian perahu motor tempel berhasil bersandar di pantai tanpa dermaga. Perahu motor tempel itu diikatkan pada pohon kelapa dengan seutas tambang. Di pantai ini terlihat jajaran pedagang khas pinggir pantai. Menu makanan yang tersedia yaitu aneka mie instan, gorengan, dan aneka minuman ringan. Rombongan yang merasa tenaganya terkuras saat snorkeling langsung memesan beberapa makanan di pantai itu.
Secangkir kopi, sepiring gorengan dan rokok menemani senja di bibir pantai sambil menunggu sunset. Tawa canda ceria kembali membahana menyegarkan suasana. Tindakan-tindakan tertentu salah satu peserta menjadi lelucon segar. Sayang di senja itu matahari beranjak ke tempat peraduannya secara sembunyi-bunyi. Sehingga gagalah kami menyaksikan sunset. Mengetahui kegagalan itu, rombongan sepakat untuk segera kembali ke penginapan.
Perahu motor tempel kembali melaju membelah lautan dangkal. Terlihat beberapa area laut memiliki kedalaman yang terlalu dangkal sehingga perahu harus sedikit memutar untuk mencara jalur yang lebih dalam.
Hari memasuki gelap, beberapa puluh meter dari bibir pantai pulau Karimunjawa mulai terlihat lampu rumah-rumah penduduk menyala seiring kumandang adzan magrib yang bersahut-sahutan.
Sampai di penginapan, mandi dan sholat. Tiba waktu santap malam. Nasib baik menghampiri kami di penginapan listrik mengalir deras dari jenset sepanjang malam mulai 6 sore hingga 6 pagi. Langsung saja semuanya di carge : kamera dan hp. Eh, ada juga fasilitas free wifi.
Ikan laut bakar yang jumlahnya melimpah telah disajikan diatas meja. Air liur terasa penuh di mulut dan tak tahan. Sesegera mungkin ikan bakar itu dihajar sampai habis.
Kenyangnya perut tak menyurutkan langkah untuk berburu oleh-oleh di malam hari. Bisik-bisik diantara rombongan bahwa alun-alun Pulau Karimun adalah tempat favorit di malam hari. Langsung saja beranjak ke tempat tujuan. Sepanjang jalan kaki dari penginapan ke alun-laun penduduk sedang beraktifitas seperti pada umumnya desa-desa di pulau Jawa.
Ada yang unik lagi, harga kaos di alun-alun semuanya sama. Mau di toko manapun sama dibandrol Rp.35.000/pcs dan Rp.100.000 untuk paket murah 3 kaos. Rupanya ini adalah kesepakatan diantara pedagang disana. Peraturannya setiap pedagang kaos harus menjual dengan harga tersebut, tidak boleh lebih dan tidak boleh menurunkan harga seenaknya. Bila melanggar tentu ada sanksi yang berat. Jurus jitu pedagang itu membuat kami memborong kaos khas yang rata-rata bertuliskan Pulau Karimunjawa beserta ikonnya yaitu penyu.
Ketika sedang memilah kaos tiba-tiba lampu mengedip-ngedip tanda energi listrik yang berasal dari sinar matahari mulai habis. Padahal alat penyerap panas sinar matahari yang dipasang pada setiap listrik menyantapnya sepanjang hari. Namun apa daya hanya 2 jam sajalah aliran listriknya dapat bertahan.
“Cepat nyalakan jenset!!” ucap salah satu pedagang yang gugup menyadari kejadian itu ditengah ramainya pengunjung tokonya. Alhasil lampu kembali menyala.
Dalam pada itu, aktivitas penduduk tak sedikitpun merasa terganggu dengan keadaan penerangan yang demikian miris. Mereka sudah terbiasa dan tidak menganggapnya sebagai kejadian yang luar biasa.
Di alun-alun itu terlihat cukup ramai, para remaja asyik mengobrol dengan sesamanya di sebuah warung makanan. Asap dan aroma ikan bakar membumbung memenuhi udara di alun-alun itu.
Puas membeli kaos khas Pulau Karimunjawa, rombongan bergegas kembali ke penginapan. Sepanjang jalan kaki menuju penginapan kembali sambil sekilas mengamati aktivitas penduduk pulau itu. Ada anak yang sedang belajar dengan diterangi oleh senter, ada yang naik sepeda mau ke mesjid, ada pula yang hanya duduk-duduk santai di teras rumah sambil ngobrol ngalor-ngidul dengan sesamanya.
Udara malam yang terasa hangat cenderung panas membuat sedikit kurang nyaman di penginapan. Maklum rombongan kami berasal di kaki gunung ciremai yang tinggal pada ketinggian 1000 mdpl. Hehehe…
Di dalam kamar penginapan memang terdapat kipas angin. Tapi tidak terasa begitu sejuk. Eh, ada AC di kamar lho. Tapi selidik-punya selidik rupanya AC tidak termasuk dalam paket fullboard yang dipesan oleh panitia. Pantas saja remote AC tidak ada di setiap kamar penginapan itu. Disitulah muncul ide gila. Hm,,,langsung ambil sapu dan colok tombol power AC nya. Dan….nyesss…. AC pun menyala membawa udara sejuk. Hehehe…. ide gila itu dengan cepat ditiru oleh yang lainnya sehingga sejuklah semua kamar di penginapan Nemo.
Nasib sial dialami oleh rombongan di penginapan Virzha dan Kita, karena memang di dua penginapan itu tidak terdapat AC juga kipas anginpun tidak ada. Kasian deh lho..!!!
Malampun tak tertahankan menerjang. Minum segelas kopi, setelah menanyakan password wifi kemudian berselancar ria di dunia maya, menyapa sanak family yang nun jauh disana.
Beberapa orang peserta memutuskan untuk menyalurkan hobi memancing. Mereka nekad memacing malam itu juga di dermaga. Berangkatlah mereka dengan pancing dan umpan yang dipinjamkan oleh seorang tetanga di penginapan.
Tak lama berselang orang yang berniat memancing itu kembali. “ada badai” katanya kesal. Benar saja sesaat kemudian angin kencang menerjang Pulau Karimunjawa. Situasi itu membuat tidak nyaman. Tak tahan dengan keadaan itu, bergegaslah ke kamar untuk memetik bunga tidur. Zzzz….