Landscape Batu Luhur : Hamparan bebatuan hitam tajam tak beraturan yang diselipi semak belukar dan vegetasi semai, pancang hingga tiang menggelar dari kaki gunung nyaris ke puncaknya. Di sebelah utara terpampang birunya langit berpayung awan, dari kejauhan lamat-lamat terlihat luasnya laut jawa. Kesemuanya itu menggambarkan betapa ganasnya alam gunung ciremai!
(03/04) Pada kesempatan ini Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) Kementerian LHK mengadakan acara seremoni Kedaulatan Rakyat. Lokasi dijatuhkan ke Blok Batu Luhur dalam kawasan TNGC, Desa Padabeunghar Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang dipandang klop dengan makna yang tersirat dan tersuratnya.
Ditjen PSKL Kementerian LHK selaku organisasi kepanjangan tangan pemerintah yang mengemban tugas mulia untuk dapat mensejahterakan masyarakat khususnya dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan melalui program-programnya.
DR. Ing Hadi Daryanto, DEA sebagai Dirjen PSKL menunjuk kawasan TNGC sebagai tuan rumah seremoni Kedaulatan Rakyat diantara 51 UPT taman nasional lainnya dengan alasan Balai TNGC sebagai pionir dalam mengusung konsep kawasan konservasi sebagai batu loncatan menuju kedaulatan rakyat melalui pengelolaan wisata alam bersama masyarakat sekitar. Hal ini tidak berlebihan karena memang benar Balai TNGC telah berupaya menerapkan konsep kedaulatan rakyat sejak 1 dasawar yang lalu.
Dirintis dari obyek daya tarik wisata alam Lembah Cilengkrang hingga Batu Luhur. Kini telah ada 10 desa yang telah mengelola obyek wisata alam di kawasan TNGC diantaranya Kab. Kuningan yaitu desa sagarahiang, desa cisantana, desa pajambon, desa linggasana, desa linggajati, desa setianegara, desa singkup, desa pasawahan, desa kaduela dan desa padabeunghar. Di Kab. Majalengka yaitu desa bantaragung, desa payung, desa argalingga, desa sangiang dan desa argamukti. Perlu ketelatenan untuk membangun dan mengembangkan konsep kedaulatan rakyat dalam pengelolaan wisata.
Kali pertama Pak Dirjen PSKL datang terlebih dahulu ke Kantor Balai TNGC untuk mendengarkan paparan umum pengelolaan TNGC yang dipandu oleh Pak Agus Yudantara. Suasana santai namun tetap bermakna mengiringi waktu itu. “Blok Batu Luhur sangat rawan terbakar pada musim kemarau karena hampir semua vegetasinya berupa alang-alang dan semak belukar” jelas Pak Agus Yudantara.
Menjelang tengah hari Dengan didampingi oleh Kepala Balai dan jajarannya, Dirjen PSKL datang mengunjungi Batu Luhur. Sesaat setelah turun dari mobil langsung disambut dengan ibing Gerebeg Gunung yang dibawakan oleh petugas dan masyarakat desa padabeunghar. Begitu lincah tariannya sambil membopong gunungan yang dibagi menjadi 2 bagian dan dihiasi aneka hasil bumi. Dijelaskan oleh MC bahwa totonden tarian ini bahwa 2 bagian gunungan itu melambangkan Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. Kemudian pada suatu gerakan tari tersebut ke 2 gunungan itu disatukan sebagai simbol kesatuan cara pandang dalam upaya membangun pengelolaan wisata menuju kedaulatan rakyat.
Sumringah wajah Pak Dirjen PSKL menyaksikan ibing Gerebeg Gunung itu, tak lama kemudian menempati kursi paling depan yang telah disediakan. “Saya baru kali ini melihat tarian Gerebeg Gunung” ucapnya spontan.
Sambutan pertama dari Pak Padmo (Kepala Balai TNGC, Red) “Sampurasun! Wilujeng Sumping ka bapa Dirjen PSKL yang telah meluangkan waktunya untuk kami” katanya mantap.
Dirjen PSKL juga memberikan bantuan kepada kelompok usaha masyarakat yang telah berkomitmen dalam pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
Sedangkan dari masyarakat Desa Padabeunghar mempersembahkan sebuah lukisan pasir. Lukisan pasir yang eksotik itu dibuat oleh seniman lokal. Lukisannya menggambarkan keadaan Batu Luhur yang garang.
Kemudian pesan Pak Dirjen PSKL pada sebuah prasasti. “Hutan Lestari Rakyatnya Sejahtera. Menjaga dan Memanfaatkan Hutan dengan Bijak.” Itulah tulisan yang termaktub dalam prasasti itu.
Selain itu ada juga persembahan musik tradisional berupa kecapi yang ditemani lantunan kawih sunda nan memdayu-dayu mengikuti arah gerak angin yang sepoi-sepoi.
Pamungkas, sebuah band asli Desa Padabeunghar membawakan sebuah lagu mellow tentang keasrian alam.
Sebelum acara ditutup Pak Dirjen PSKL dengan didampingi Pak Padmo membuka diskusi dengan masyarakat yang sebagian besar diwakili oleh Kepada Desanya. Beberapa pertanyaan tidak berada pada tema yang ditentukan panitia, tapi Pak Dirjen PSKL meladeninya dengan penuh kesabaran. Salah satu pernyataan yang menarik datang dari Pak Yono yang notabene aktif sebagai MPH (Masyarakat Peduli Hutan). “Dulu jaman Perhutani boleh menggarap. Sekarang tidak boleh lagi. Lalu kami dijanjikan pemberdayaan, tapi masih belum cukup. Sekiranya dengan hormat saya mohon pemberdayaan agar ditambah lagi” ucap Pak Yono menjelaskan dibarengi tepuk tangan dari hadirin lainnya.
Pernyataan itu membuat Pak Dirjen PSKL mesem-mesem. Tapi rupanya jawaban Pak Dirjen PSKL cukup memuaskan bagi yang bertanya.
Menjelang sore rangkaian acara itu ditutup dengan segudang memori yang tersimpan rapi dalam lipatan benak Pak Dirjen PSKL.
Pastinya masyarakat memendam asa yang tinggi terhadap acara ini, agar kegiatan nyatanya segera dilaksanakan.