Zonasi merupakan salah satu elemen penting dalam sistem pengelolaan taman nasional. Zonasi berarti menguraikan wilayah taman nasional menjadi zona-zona tertentu. Zona yang dimaksud adalah zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, zona budaya dan sejarah, zona khusus.
Pada tahun 2012 dokumen zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai telah selesai disusun. Namun implementasi dari zonasi tersebut dianggap kurang mengakomodir kebutuhan masyarakat sekitar kawasan TNGC sehingga mendapatkan respon yang kurang menggembirakan. Kebutuhan masyarakat yang dimaksud adalah akses ke dalam kawasan pada zona pemanfaatan.
Pada tahun 2015 zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai di review yang isinya menghasilkan penambahan terbanyak pada zona inti dan zona rimba. Zona pemanfaatan hanya mendapatkan sedikit tambahan saja. Sedangkan Zona rehabilitasi justru berkurang luasannya. Dokumen review tersebut kemudian disahkan oleh Direktur Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan luas 14.841,30 Ha.
Sebelumnya luas kawasan TNGC berdasarkan surat keputusan penunjukan kawasan TNGC oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2004 adalah ± 15.500 Ha. Luasan tersebut mendapat pengurangan setelah dilakukan pengukuran batas kawasan TNGC di lapangan oleh petugas BPKH Wilayah Jawa Madura.
Hasil review zonasi tahun 2015 masih belum mendapatkan respon yang positif dari masyarakat sekitar TNGC. Publik masih menganggap bahwa TNGC belum mengakomodir keinginan mereka yaitu akses ke dalam kawasan terutama pada zona pemanfaatan dan zona khusus. Hal ini disebabkan karena masih terdapat perbedaan pandangan definisi dan implementasi antara Balai TNGC dengan publik pada kedua zona tersebut.
Pada tahun 2017 ini, kembali Balai TNGC melakukan review zonasi kawasan TNGC. Review dilakukan sebagai langkah untuk mengakomodir kebutuhan publik yang terdiri dari masyarakat sekitar kawasan dan pemerintah daerah ke dalam kawasan TNGC pada zona pemanfaatan dan zona khusus. Selain itu, hegemoni publik dalam pengelolaan kawasan terutama wisata alam telah mengalami peningkatan yang signifikan. Pengelolaan wisata alam bersama masyarakat sekitar menjadi senjata andalan dalam pengelolaan TNGC. Hal ini terbukti dengan terus meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dan berimbas pada peningkatan PNBP serta aktivitas ekonomi masyarakat.
Lokasi ODTWA (Obyek Daya Tarik Wisata Alam) di TNGC pada kenyataannya memang masih belum dalam zona pemanfaatan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan review zonasi. Selain itu yang terpenting adalah mengakomodir kebutuhan masyarakat sekitar kawasan terhadap TNGC sehingga didapatkan pengelolaan taman nasional yang dinamis, mengikuti perkembangan situasi dan kondisi di lapangan, serta mengikis ekses birokrasi yang kaku.
“Kita perlu melakukan review zonasi untuk kemaslahatan bersama. Zonasi bisa dirubah tapi jangan diubah-ubah” kata Kepala Balai TNGC, Ir. Padmo Wiyoso.
Langkah awal yang ditempuh yaitu dengan melakukan kegiatan konsultasi publik yang dilakukan di 2 tempat yaitu Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. Stakeholders yang diundang dalam acara tersebut yaitu unsur masyarakat sekitar kawasan yang diwakili dari desa, unsur pemerintah daerah yaitu BAPPEDA dan dinas terkait, unsur akademisi yaitu Fakultas Kehutanan UNIKU dan UNMA, unsur LSM Kanopi dan unsur kelompok masyarakat yaitu Forum Ciremai.
Secara umum, peserta konsultasi publik menyambut antusias rancangan review zona kawasan TNGC karena kali ini memang didalamnya sangat mengakomodir aspirasi dari publik yaitu perluasan zona pemanfaatan, zona budaya dan sejarah, zona khusus mendapat perluasan yang cukup signifikan. Sedangkan zona inti dan zona rimba mengalami penurunan luasan. Hal ini tidak berarti bahwa Balai TNGC telah melupakan prinsip konservasi. Namun justru sebaliknya ini adalah salah satu langkah konservasi yang pro publik untuk membantu mewujudkan kedaulatan rakyat.
Lokasi zona pemanfaatan dominan berada paling bawah kaki gunung dan berbatasan langsung dengan tanah non taman nasional yang mengelilingi seluruh kawasan TNGC yaitu mulai dari kawasan wisata di Palutungan, Kuningan hingga Apuy, Majalengka. Zona pemanfaatan dominan digunakan sebagai ODTWA.
Lokasi zona sejarah dan budaya adalah Ki Buyut Manguntapa di Kuningan, Makam Gunung Pucuk, Buyut Ketug dan Buyut Candana di Majalengka. Zona sejarah dan budaya merupakan lokasi peninggalan jaman dahulu di dalam kawasan TNGC.
Zona khusus merupakan infrastruktur, sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Infrastruktur tersebut telah ada dalam kawasan sebelum gunung ciremai menjadi taman nasional. Zona khusus ini seperti jalan yang menghubungkan desa paniis dan singkup di Kecamatan Pasawahan, Kuningan.
Dokumen rancangan review zonasi kawasan TNGC telah disetujui dan ditanda tangani oleh stakeholders dan siap untuk disahkan oleh Direktur Jenderal KSDAE. Untuk sosialisasi zonasi akan diselenggarakan tahun depan dengan melibatkan banyak unsur publik agar tersampaikan informasi zonasi secara menyeluruh.