Jelang siang pukul 10.30, Rabu 23 Mei 2018 saya, Kepala Balai dan beberapa rekan Taman Nasional Gunung Ciremai tiba di balai Desa Sagarahiang, Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan. Kami bertemu dengan Kepala Desa Sagarahiang dan berbincang, diantaranya mengenai potensi wisata alam dan religi serta budaya leluhur di Situs Lingga dan beberapa situs lainnya yang ada di wilayah tersebut, budaya lokal Babarit dan lainnya. Dia, Kepala Desa hanya sedikit tersenyum datar dan berkata “ya begitulah”. Antara bingung, bimbang atau tidak tertarik, baiklah lalu kami melanjutkan perjalanan ke situs Lingga menggunakan motor karena jalan sedang berlangsung pengaspalan jalan pada ruas terakhir perkampungan, tidak bisa dilalui mobil.
Sebelum menuju situs Lingga, kami menyempatkan berkunjung ke situs Sanghyang. Salah satu situs yang dikunjungi penganut agama budha khususnya yang berasal dari Kamboja. Informasi dari Ukad, juru kunci situs di Desa Sagarahiang situs ini dibangun sekitar 1000-1500 th SM, lebih muda dari situs Lingga – 2000 SM.
Perjalanan dilanjutkan menuju curug Palengseran, salah satu dari empat curug yang ada di sekitar situs Lingga. Di sana kami berbincang dengan Ukad dan Sukana, ketua dan wakil kelompok masyarakat Cakrawala. Ukad bercerita bagaimana awalnya menjadi juru kunci di situs Lingga yang berawal mula dari adanya bisikan/wangsit
Menurut sejarah, Desa Sagarahiang merupakan lautan dewa atau tempat berkumpulnya dewa-dewa tatar pasundan kepulauan jawa. Ajaran yang dipakai pada waktu itu adalah “Sangiang Windu Darma” menjadi patokan kehidupan sekitar tahun 1.372 Masehi, kemudian waktu berjalan masuklah kerajaan Islam yang dipimpin oleh Kanjeng Pangersa Syekh Maulana Akbar, Eyang Syekh Abdul Salam, Eyang Syekh Abdul Salim dan Eyang Syekh Syekh Mangndara. Setelah masuknya aliran Islam ke Sangiang Windu Darma yang dipimpin oleh kerajaan Arik Saung Galah, raja pertamanya Sanjaya pindah ke Karang kemulyaan ciamis untuk meneruskan perjuangan peninggalan Clung Wanara, berdirilah kerajaan Kajene yang dipimpin oleh seorang raja bernama Ranghiang tangkuku atau Seuwu Karma atau Mangkubumi dari mulai itulah roda pemerintah berputar di buktikan dengan adanya peninggalan Arile Saung Galah bernama Desa Sagarahiang.
Ada 48 situs yang berada di sekitar Desa Sagarahiang, salah satunya adalah Situs lingga. Situ Lingga berdiri sekitar 2000 tahun yang lalu sebelum Masehi dan sebelum kerajaan Taruna Negara dimana berdiri Jaya Bupati “Raden Purba Lingga’ seorang tokoh pimpinan perhitungan waktu dan bulan sebelum ada perhitungan paparancaka di buktikan dengan adanya hamparan batu Lingga di Blok Lingga. Sejak zaman itu pula raja-raja tatar pasundan sampai pulau jawa berkumpul di Situs Lingga untuk menanyakan waktu : hari, bulan, dan tahun yang dapat dilihat di serat batu Lingga dengan sebutan “Cacandaran Tahun Pahu atau Cacandaran Surya”. Situs Lingga berada di dalam kawasan Gunung Ciremai pada ketinggian 1130 mdpl.
Desa Sagarahiang menyajikan paket komplit baik dari sejarah, adat, warisan leluhur bahkan keindahan alam kaki Gunung Ciremai beserta keanekaragaman hayatinya. Air yang mengalir deras, interaksi satwa seperti surili, lutung dan macan kumbang serta menjulangnya pepohonan. Ukad juga pernah melihat macan kumbang dan anaknya berada di pohon sekitar Curug Palengseran.
(Semua itu – menjadi potensi untuk pengembangan pariwisata alam berbalut budaya leluhur yang adilihung)
Mari kenali dan cintai negerimu dengan cara yang baik dan benar.
[ teks © BTNGC – Nisa | foto © BTNGC – koeszky | 052018 ]
#kementerianlhk
#ksdae
#gunungciremai
situslingga