Untuk kesekian kalinya Kuswandono, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) diundang diskusi virtual. Ya, kali ini ajakan datang dari Laskar Taman Nasional (TN) Kutai untuk ngobrol bareng dengan tema “Blusukan bersama Bumi Edukasi, Mengenal Rumah Kita” (21/5).
Bincang online tadi siang itu menghadirkan lima sosok narasumber yakni Kuswandono, Kepala Balai TNGC dan Dedi Asriady, Kepala TN Gunung Rinjani. Lalu ada I Wayan Aksara, Ketua Trash Hero Indonesia; Nina Anjania Amban, komunitas Bumi Edukasi; dan Harley Sastha, Penggiat Alam dan Penulis sekaligus perwakilan Federasi Mountaineering Indonesia (FMI).
Sementara itu, tuan rumah Laskar TN Kutai bertindak selaku moderator menampilkan Suryani Ino.
“Sudah ada 30-an partisipan. Mari mulai diskusi kita”, buka Suryani Ino, sang moderator.
Dedi Asriady, Kepala TN Gunung Rinjani menjadi narasumber pertama yang berbicara.
“Kita harus menyadari bahwa gunung Rinjani bukan hanya milik Balai Taman Nasional. Namun juga merupakan milik semua masyarakat sekitarnya. Oleh karenanya kita harus sejalan”, katanya.
“Rinjani terkenal karena pendakian gunung. Nah, data lima tahun terakhir menunjukan jumlah pendaki berbanding lurus dengan jumlah sampah di gunung”, tambahnya.
Selepas itu giliran Kuswandono, Kepala Balai TNGC yang berbicara.
“Gunung Ciremai itu paling unik di antara 53 taman nasional Indonesia. Ya, karena dulunya merupakan hutan produksi”, katanya.
“Mayoritas warga setempat merupakan petani yang dulunya menggarap hutan. Nah pada 2010, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan akses kepada masyarakat setempat untuk mengelola wisata alam sehingga terjadilah alih profesi dari perambah hutan menjadi pelaku jasa wisata”, ungkapnya.
“Dalam prakteknya, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) masih diberikan kepada perseorangan. Oleh sebab itu kami mendorong agar semua mitra wisata naik kelas menjadi badan usaha yakni koperasi. Nantinya koperasi ini bisa bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)”, jelasnya.
“Saat ini masyarakat sedang terdampak Covid 19 karena semua wisata ditutup. Nah kita mesti mencari solusi akibat wabah ini karena masyarakat sudah mulai berteriak kesulitan ekonomi”, simpulnya.
Selanjutnya Harley Sastha, Penggiat Alam dan Penulis sekaligus perwakilan Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) mengatakan antusiasme para pendaki yang tak sabar untuk mendaki gunung lagi saat pandemi usai.
“Memang yang saya dengar begitu. Para pelaku wisata dan pengunjung mengeluhkan dampak negatif wabah Corona ini. Mereka sudah nggak sabarlah”, ujarnya.
“Namun yang jelas kita mesti mempersiapkan dengan baik untuk menyambut ‘the new normal’. Ini semua demi kebaikan manusia dan alam itu sendiri”, tutupnya.
Pemikiran berbeda diungkapkan salah satu audien Habib Arrasyid, “Jangan lama-lama ditutupnya. Lebih baik siapkan protokolnya”.
Sementara audien lainnya, Panji mengungkapkan apatisme warga kota terhadap alam. Pertanyaan ini dijawab Nina Anjania Amban, komunitas Bumi Edukasi, “Ya kita harus mulai dari diri sendiri untuk mencintai alam. Misalnya mengajak keluarga untuk mau menanam pohon”.
Pamungkas I Wayan Aksara, Ketua Trash Hero Indonesia mengajak semua elemen masyarakat untuk memahami situasi pandemi Covid 19 yang memang telah membuat krisis.
“Terkait sampah di gunung, ya kita mesti tegas dalam menerapkan aturan pengelolaan sampah tersebut”, tutupnya.
#sobatCiremai mari kenali lingkungan hidup kita, rumah kita.
[Teks & Foto © Tim Admin -BTNGC | 052020]