“Bioprospecting” Mikroba, Sumbangsih Nyata Gunung Ciremai Untuk Indonesia

Sejak 2017, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) bekerjasama dengan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) terus mengembangkan “bioprospecting” mikroba yang berguna sebagai upaya meningkatkan produktifitas pertanian sehat tanpa pupuk kimia dan pestisida.

Ide eksplorasi mikroba malah muncul dari masalah kebakaran hutan tahun 2015 di sekitar puncak Ciremai. Kemudian bekas kebakaran tersebut dalam waktu satu tahun sudah kembali ke kondisi semula.

Nah dari moment tersebut, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) menyimpulkan ada sesuatu yang bernilai tinggi dalam keanekaragaman hayati gunung Ciremai.

Hasil 37 sampel yang dikumpulkan dari tanah, akar-akaran, dan daun dari berbagai tanaman kemudian dianalisis.

Berdasarkan hasil isolasi, uji “hemolysis”, dan uji “hipersensitif”, yang dikomandoi Dr. Suryo Wiyono menghasilkan tiga kelompok mikrob yang berguna bagi tanaman.

Pertama, cendawan patogen serangga hama, khususnya kelompok wereng dan kutu-kutuan, yaitu cendawan “Hirsutella sp” dan “Lecanicillium sp”.
.
Kedua, “isolat” bakteri pemacu pertumbuhan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria/PGPR). Isolat ini mampu meningkatkan panjang akar bibit tomat dan membuatnya lebih tahan penyakit bercak daun.
.
Ketiga, bakteri yang paling efektif dalam menekan dampak “frost” bagi tanaman, PGMJ 1 berasal dari Kemlandingan gunung dan A1 berasal dari Anggrek Vanda sp.

Menurut Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hasil tersebut adalah bukti kawasan konservasi mempunyai nilai sumberdaya biologi yang sangat penting dalam menunjang kegiatan budidaya masyarakat sekitar.

“Temuan ini merupakan bukti bahwa betapa pentingnya kawasan konservasi, bukan hanya kaitannya dengan perubahan iklim, habitat satwa liar, air, dan wisata alam itu sudah biasa, sedangkan penemuan ini merupakan hal yang luar biasa,” ujar Wiratno.

Wiratno juga mengungkapkan kegiatan eksplorasi, dan pemanfaatan mikrob berguna asal taman nasional, bisa menjadi model kontribusi taman nasional, sebagai solusi memecahkan masalah pertanian pegunungan dan perubahan iklim.

“Saat ini, mikrob berguna asal TNGC tersebut sedang diteliti lanjut untuk mengkaji pengaruhnya pada berbagai tanaman dan dasar fisiologinya,” tambahnya.

Sebagai tindaklanjut dari penelitian tersebut, Balai TNGC dan Fakultas Pertanian IPB dengan melibatkan para pihak terkait akan menyusun “roadmap” yang memuat tahapan karakterisasi “molekuler”, pengujian dan implementasi lapangan dalam skala yang lebih luas.

Fakta di lapangan, “bioprospecting” mikroba terutama PGPR, telah diterapkan pada tanaman pemulihan ekosistem. Terbukti dalam waktu 5 bulan mampu mempercepat dan pertumbuhan tanaman hutan yang ditanam.

#sobatCiremai, yuk kita tunggu kelanjutannya.

[Teks © Tim Admin-BTNGC & Foto © Hendra Rimbani & Idin Abidin-BTNGC|052019]

Ikuti Kami