Orang memanggilku Surili Jawa (Presbytis comata comata). Aku adalah spesies monyet dunia lama terancam yang endemik pada sebagian pulau Jawa, Indonesia.
Kata Ki #Sunda, aku maskot satwa liar #JawaBarat. Tapi tak banyak yang tahu, sebenarnya aku punya saudara kembar bernama “Presbytis comata fredericae” yang menghuni hutan #JawaTengah.
Populasiku di alam tanah #Jawa ini terus merosot dari tahun ke tahun. Pada 2004, diperkirakan ada 4.000-an ekor bangsaku dan pada 2016 tersisa sekitar 2.500-an ekor saja.
Oleh karenanya “International Union for Conservation of Nature” (IUCN) memberikanku status “endangered” atau nyaris punah.?
Namun masih ada secercah asa hidupku berkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang memasukkanku dalam daftar 25 spesies dilindungi yang menjadi prioritas konservasi.??
Di gunung Ciremai, aku tinggal sejak lahir hingga kini. Aku bisa hidup hingga 2.000-an meter di atas permukaan laut (mdpl) bersama kawananku dan satwa liar lainnya yang sejenis denganku maupun yang berbeda jenis.
Aku ini memang “Arboreal” atau penghuni pohon. Oleh sebab itu saban hari aku sibuk bermain dan mencari makan bersama kawananku. Pucuk dedaunan dan buah di pepohonan yang menjulang tinggi merupakan menu pakan kegemaranku.
Suatu hari ketika aku asyik bercanda tawa dan melompat dari satu dahan ke batang pohon, tiba-tiba naluri hewanku mengabarkan kedatangan makhluk asing (25/11).
Lalu ku arahkan mata ke bawah sambil bersembunyi di antara lebatnya dedaunan. Benar saja, ku dapati dua manusia celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.
“Hey, sedang apa kalian?”, tanyaku pada dua manusia itu. Namun nampaknya mereka tak mengerti bahasaku. Padahal menurut leluhurku, kami telah hidup berdampingan selama ribuan tahun.
“Andai saja manusia memahami bahasaku. Tentu ada banyak hal yang ingin kusampaikan tentang upaya harmonisasi alam ini”, gerutuku dalam hati.
Mereka malah menunjuk-nunjuk sambil melihat melalui benda yang mereka pegang. Sesekali benda itu memancarkan kilatan seperti petir ke arahku.
Aku tak paham yang mereka lakukan. Mereka terus memandang ke arahku dari pagi hingga petang. “Manusia memang aneh”, kesalku.
Saat itu, aku jadi teringat pesan orang tuaku, kakek-nenek, dan kawananku. Pesan itu memperingatkan spesiesku agar berhati-hati dengan manusia.
Ya bagi kami, manusia ibarat dua sisi lembar daun. Bisa menjadi kawan sekaligus lawan.
Pernah ku dapati segelintir manusia yang menanam pohon buah kesukaanku. Aku sangat ingin mengucapkan terima kasih padanya.?
Namun sering juga ku pergoki manusia yang berupaya menghancurkan kehidupan kaumku.?
Terhadap manusia jahat ini, ingin rasanya ku jerat ia dengan hukum rimba. Lalu ku seret ia ke pohon hijau persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
#sobatCiremai, tolong sampaikan pesan konservasiku kepada semua manusia. “Berbuat baiklah padaku agar aku tak punah”, pintaku, seekor Surili Jawa di belantara hutan primer gunung Ciremai.
So mari kenali dan cintai satwa liar hutan kita.
[Teks & Foto © Tim Admin-BTNGC | 122019]