Di tengah pandemi Corona, cuaca pagi di kaki gunung Ciremai kerap cerah seperti halnya pagi itu (17/4).
Perlahan ku turuni kaki gunung tertinggi di Jawa Barat ini melalui sebuah jalan mulus beraspal. Di satu titik ku putuskan berbelok kanan menyusuri area pesawahan.
Di permadani padi itu ku pandang wajah Ciremai sepuasnya dalam terpaan sengat surya pagi. Ku perhatikan area sekitar terlihat bunga-bunga liar.
Ternyata ia adalah Boroco atau “Celosia argentea” atau Bayam Kucing yang penampakannya cukup kontras dengan panorama setempat.
Ya, Bayam Kucing merupakan tanaman semak liar yang hidup di berbagai macam lingkungan seperti ladang, tepi sungai, dan di pinggir jalan.
Ia bisa hidup pada ketinggian hingga 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ia tumbuh tegak setinggi 1,5 meter.
Batangnya bulat dengan alur yang kasar dan bercabang banyak dengan warna hijau dan merah.
Helaian daunnya memanjang. Bentuk daunnya meruncing dengan tepian sedikit bergerigi. Tulang daunnya menyirip sepanjang 5 sampai 10 centimeter.
Sedangkan bunga Boroco majemuk. Mahkotanya keluar dari ujung batang dan di sela-sela cabang. Bentuk bunganya bulat memanjang dengan ujung lancip mirip ekor dengan warna awal putih kemudian ke ujung pangkal bunga ungu.
Di dalam bunga ini ada biji yang berbentuk bulat sedikit lonjong berwarna hitam berjumlah 3 sampai 9 biji. Nah, melalui biji inilah Boroco bisa berkembang biak dalam persemaian.
#sobatCiremai tahu apa manfaat Boroco?.? Coba tanya mbah!.
So, mari kenali tumbuhan sekitar kita.
[Teks & Foto © Tim Admin-BTNGC | 042020]