ABSTRAK
Gunung Ciremai merupakan salah satu ekosistem pegunungan yang memiliki keunikan, karena merupakan gunung yang letaknya tidak terlalu jauh dengan laut (Laut jawa), termasuk klasifikasi A/masih aktif. Gunung Ciremai memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dan beberapa jenis hewan dilindungi dapat ditemui di kawasan ini, seperti macan kumbang (Phantera pardus), surili (Presbytis comata), dan elang jawa (Spizaetus bartelsii). Gunung Ciremai ditunjuk sebagai taman nasional pada tahun 2004 sesuai SK Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-11/2004 tanggal 19 Oktober 2004. Organisasi Taman Nasional Gunung Ciremai termasuk ke dalam tipe C sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.29 Menhut-II/2006 tentang perubahan pertama atas keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-11/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, dimana terbagi dalam Pengelolaan Taman Nasional. Yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Linggajati di Kabupaten Kuningan dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Maja di Kabupaten Majalengka. Tahun 2000 kerusakan hutan mencapai 59,6 juta ha termasuk didalamnya aman Nasional Gunung Ciremai. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh beberara faktor, diantaranya faktor alam dan manusia. Di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) jenis-jenis gangguan yang disebabkan oleh manusia adalah perburuan liar, pencurian kayu, penyerobotan lahan hutan, kebakaran hutan, penambangan liar galian C, vandalisme dan sampah sintesis serta konversi lahan. Namun semua gangguan tersebut diatas belum dapat di inventaris dengan baik, bahkan mungkin masih ada gangguan lain yang belum teridentifikasi.
Kebakaran hutan merupakan ancaman yang serius terhadap kelestarian kawasan hutan Gunung Ciremai, terutama memasuki musim kemarau dan kegiatan pendakian (sekitar bulan Juni sampai Oktober), yang terjadi hampir setiap tahun. Informasi dari masyarakat sekitar hutan Gunung Ciremai kejadian kebakaran yang cukup besar biasanya terjadi lima tahun sekali. Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang semakin menggantungkan hidupnya terhadap kawasan hutan dan didukung oleh iklim yang semakin panas. Peristiwa kebakaran hutan yang cukup besar terjadi pada tahun 2002 seluas 2.000 ha. dan tahun 2006 seluas 2.200 ha. Selain kebakaran hutan, kegiatan penebangan liar di Gunung Ciremai masih terjadi dengan intensitas yang cukup tinggi, namun hanya beberapa kasus yang dapat diperkarakan. Sedangkan kasus-kasus yang lain tidak diperkarakan karena petugas dilapangan hanya menemukan bekas tebangan dan tumpukan kayu yang siap angkut. Permasalahan batas kawasan hutan negara selalu terbentur dengan aspek yuridis atau kepastian hukum kawasan tersebut. Hal ini terbukti dengan masih banyak kawasan hutan negara yang belum memiliki status penetapan sebagai kawasan hutan negara. Selain kepastian hukum, kawasan hutan negara masih mengacu pada peta peninggalan Kolonial Belanda. Selain hal tersebut diatas, permasalahan lain tentang kawasan hutan adalah kurangnya koordinasi pihak pengelola kehutanan dengan instansi terkait dalam masalah pertanahan. Hal ini menyebabkan masing-masing pihak membuat bukti kuat tentang kepemilikan lahan, Permasalahan batas kawasan ini terjadi di beberapa perbatasan kawasan TNGC, seperti di Blok Sukageuri. Dimana tanah seluas 32 ha. di klaim sebagai tanah milik Desa Cisantana berdasarkan sertifikat yang dimiliki oleh pihak Desa. Padahal tanah tersebut masuk dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Pengembalaan liar dikawasan Gunung Ciremai tidak begitu mengakibatkan kerusakan yang berarti. Dari beberapa desa yang masyarakatnya mempunyai ternak, hanya Desa Trijaya yang menggembalakan ternaknya ke dalam kawasan sedangkan yang lainnya hanya menggunakan metode kereman dalam beternak. Namun masyarakat tetap mengambil rumput sebagai bahan makanan utama ternak dari kawasan TNGC.
Sedangkan gangguan hutan lainnya yang diakibatkan oleh kegiatan manusia adalah vandalisme dan penumpukan sampah sintesis, penambangan liar Galian C, perburuan liar dan konversi lahan hutan belum dapat diinventarisasi dengan baik dan akurat. Bentuk-bentuk kegiatan pengamanan kawasan yang dilakukan Taman Nasional Gunung Ciremai adalah patroli rutin, operasi gabungan, penanggulangan kebakaran hutan, penggerebekan dan penangkapan, penyidikan terhadap kasus kasus gangguan hutan, pembinaan kepada pelaku pelanggaran, baik pengunjung maupun masyarakat, dan peningkatan kemampuan masyarakat. Beberapa program yang akan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan TNGC adalah pengembangan agroforestry, pengembangan aksesibilitas, pengelolaan air bersih, pemanfaatan jasa lingkungan pariwisata, budidaya tanaman obat dan hias (anggrek), budidaya lebah madu, program pembibitan dan pengembangan ternak/ikan, dan pengembangan daerah penyangga.
Riset Lainnya
- Die Rolle Der Balai Taman Nasional Gunung Ciremai In Kontrolle Der Zutrittiswanderer
- Manfaat Ekonomi Sumber Daya Hutan Resort Argalingga dan Gunungwangi Taman Nasional Gunung Ciremai
- Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perlindungan Kawasan Hutan
- Model Pembayaran Jasa Lingkungan Air (Payment For Environmental Services) : Studi Kasus Taman Nasional Gunung Ciremai Provinsi Jawa Barat (Model Of Payments For Water Environmental Service : Case Study Of Ciremai Mountain National Parks, West Java Province)
- Pengembangan Pariwisata Alam Di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional I Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat
- Pengelolaan Satwa Liar Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas cuvier, 1809) Di Wilayah SPTN I Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai
- Pengelolaan Obyek Daya Tarik Wisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai Jawa Barat
- Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat Di Kawasan Batu Luhur Taman Nasional Gunung Ciremai
- Ekplorasi Jenis-jenis Pohon dan Tumbuhan Bawah Sekitar Air di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai BKSDA Jawa Barat II
- Keanekaragaman Jenis Bambu Di Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan Jawa Barat