Sistem Manajemen Kebakaran Hutan Di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai

ABSTRAK

Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisikan sumberdaya hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya dimana satu sama lainnya berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (Undang-Undang Pokok Kehutanan No.41 Tahun 1999). Hutan yang menjadi komoditi sedang mengalami krisis deforestasi yang menyedihkan, dimana salah satu penyebab terjadinya krisis tersebut adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan di Indonesia telah menimbulkan kerugian dan kerusakan lingkungan ekonomi dan sosial yang sangat besar. Selain dampak negatif terhadap ekosistem hutan, keanekaragaman hayati dan secara umum menurunnya kualitas lingkungan, kebakaran hutan juga telah menimbulkan kerugian harta, masalah kesehatan dan lebih jauh lagi mempengaruhi ekonomi nasional dan regional. Dampak dari kebakaran hutan sudah menjalar ke negara-negara tetangga dan gas gas hasil pembakaran yang diemisikan ke atmosfer (seperti CO2) berpotensi menimbulkan pemanasan global.

Tujuan dari kegiatan praktek magang ini adalah mempelajari kejadian kebakaran hutan dan sistem manajemen kebakaran hutan serta mengikuti kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Metode praktek dilakukan dengan cara pengumpulan data baik data primer, data sekunder maupun dengan melakukan wawancara. Data primer dan sekunder yang diperoleh diolah untuk mendapatkan informasi dalam menyusun Sistem Manajemen Kebakaran Hutan di Areal Taman Nasional Gunung Ciremai dengan aspek-aspek seperti : areal yang dilindungi, tujuan dan kebijakan, rencana manajemen bahan bakar, rencana pencegahan kebakaran hutan, pendekatan hukum, rencana awal pemadaman kebakaran hutan, rencana organisasi pemadaman, dan rencana perlindungan hutan.

Areal yang dilindungi dalam sistem manajemen kebakaran hutan ini adalah semua yang masuk / menjadi bagian penataan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai baik itu di dalam maupun di luar kawasan yang termasuk ke dalam zona-zona tertentu. Pada kawasan TNGC terdapat pancang tanda batas sebagai penegasan tentang kepastian hukum mengenai status, letak, batas, luas zonasi, dan ketentuan peraturan penggunaan dan pengelolaan setiap zonasi kawasan yang telah ditetapkan sesuai fungsi dan kepentingan pengelolaannya sebagai Taman Nasional. Luas kebakaran hutan pada tahun 2006 adalah sebesar +2473.9 Ha. Puncak musim kebakaran hutan terjadi pada bulan September dengan luas sebesar 1350.1 Ha (54.57 %), Sedangkan untuk musim kebakaran hutan yang terendah terjadi pada bulan November dengan luas 4.3 Ha (0.17 %). Waktu kebakaran hutan di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai tahun 2006 berkisar antara pukul 06.00 – 09.00 WIB sampai antara pukul 18.00 – 21.00 WIB. Dilihat dari waktu terjadinya kebakaran hutan di Kawasan TNGC, kejadian kebakaran hutan tertinggi terjadi pada pukul 09.00 – 12.00 WIB ( 39.13 %) dan Kejadian kebakaran terendah terjadi antara pukul 15.00 – 18.00 dan 18.00 – 21.00 WIB ( masing masing 4.35 %). Penyebab kebakaran hutan tertinggi di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai adalah musim kemarau panjang dengan jumlah total 12 (52.17 %). Penyebab kebakaran hutan terendah yaitu ulah manusia dengan jumlah total 5 (21.74 %), dan puntung rokok dengan total 6 (26.09 %). Jenis bahan bakar yang ada dikawasan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan bakar pohon dan bahan bakar tumbuhan bawah. Jenis pohon yang mudah terbakar adalah Pinus (Pinus merkusii) dan jenis tumbuhan bawah yaitu : alang alang, lumut jenggot, harcndong dan karabutan.

Rumusan pencegahan kebakaran hutan terdiri dari 3E, yaitu : Education yang terdiri dari pemasangan rambu peringatan dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar, Engineering dengan cara pembuatan sekat bakar. Penegakan Hukum (Law Enforcement) yang dipakai sebagai dasar tindakan pencegahan diantaranya adalah UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU. No. 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP. No 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, DLL. Upaya pemadaman jika terjadi kebakaran hutan dengan intensitas yang kecil biasanya menggunakan gedebog lalu memukulkannya kearah api hingga api tersebut padam. Jika api yang terjadi cukup besar maka upaya yang dilakukan adalah mencegat api lalu membuat sekat bakar agar api tersebut tidak menjalar ke daerah lain, selain itu bisa juga dengan dilakukan pemadaman secara langsung atau menguburnya dengan tanah dengan peralatan seadanya. Cara lain yang dilakukan jika sulit memadamkan api adalah dengan cara pembakaran terbalik (back fire) yaitu membakar dengan arah yang berlawanan sehingga api tersebut tidak menjalar ke daerah lain karena bahan bakar yang tersedia habis terbakar. Organisasi pemadaman kebakaran hutan di kawasan TNGC sampai saat ini belum terbentuk dikarenakan kawasan ini merupakan perpindahan dari Perhutani yang dilimpahkan kepada pihak TNGC. Untuk melakukan upaya pemadaman jika terjadi kebakaran hutan, pihak TNGC lebih sering berkomunikasi dengan wakil dari masyarakat tani hutan (Ketua KTH) untuk berkonsultasi dan bekerja sama dalam pengendalian kebakaran hutan. Sarana dan prasarana kebakaran hutan yang ada di TNGC diantaranya adalah : Alat Komunikasi (Handy Talkie), pakaian, helm pelindung, gergaji, cangkul, sekop, garpu pendek, garpu panjang, kepyok, sapu api, golok, pemotong rumput dan kampak. Kendala yang di hadapi TNGC cukup banyak mengingat Kawasan ini sangat luas serta butuh pengelolaan yang bertahap. Salah satu diantaranya adalah minimnya personil yang ada serta pengadaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga pelaksanaan manajemen kebakaran hutan sedikit terhambat. Selain itu organisasi pemadaman kebakaran belum terbentuk serta hanya mengandalkan masyarakat sekitar apabila terjadi kebakaran hutan.

Riset Lainnya
Ikuti Kami