Pinus (Pinus merkusii) atau Tusam adalah sebutan bagi sekelompok tumbuhan yang semuanya tergabung dalam marga Pinus.
Pinus umumnya punya sifat berumah satu atau “monoecioous” yakni dalam satu tumbuhan terdapat organ jantan dan betina namun terpisah.
Meskipun demikian, ada pula spesies Pinus yang bersifat setengah berumah dua atau “sub dioecious”.
Tentu sobat sudah tak asing dengan tumbuhan ini. Karena tiap kali berwisata ke gunung Ciremai hampir pasti menemui Pinus.
Kita tahu, vegetasi kaki gunung Ciremai didominasi Pinus. Tegakan tumbuhan ini berjejer memenuhi zona pemanfaatan yang berbatasan dengan lahan non taman nasional.
Namun orang jarang yang tahu, Pinus sesungguhnya bukanlah tumbuhan asli atau “endemik” gunung Ciremai. Lho kok bisa?.
Ya, menurut sejarah, Pinus ditanam saat gunung Ciremai berstatus sebagai hutan produksi pada 1978 sampai 2003.
Saat itu gunung Ciremai dikelola Perusahaan Umum (Perum) Perhutani, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor usaha kehutanan.
Konon, Pinus ditanam untuk menggantikan tegakan pohon hutan hujan tropis yang ditebang sejak zaman penjajahan Belanda dan Perhutani.
Beberapa dekade kemudian, tumbuhlah hutan Pinus yang lebat di seputaran kaki gunung Ciremai.
Lalu Perhutani melakukan penjarangan tegakan Pinus dan menyadap getahnya untuk memenuhi kegiatan produksi hasil hutan.
Nah, sejak 2004 gunung Ciremai menjadi taman nasional. Otomatis kegiatan produksi hutan seperti penebangan dan penyadapan getah Pinus dihentikan!.
Ya, karena taman nasional lebih berorientasi pada konservasi sumber daya alam dan ekosistem bukan eksploitasi hasil hutan.
Keberadaan Pinus di gunung Ciremai sempat menjadi perbincangan hangat karena asal usulnya yang bukan tumbuhan asli. Selain itu, banyak kalangan rimbawan menilai Pinus tak punya kemampuan bagus menyerap air.
Namun beberapa tahun belakangan, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) mulai melirik jasa lingkungan hidup dan kehutanan sebagai potensi wisata. Salah satunya hutan Pinus.
Benar saja, dalam ‘sekejap’ destinasi wisata alam yang memanfaatkan potensi tegakan Pinus berkembang pesat di kaki gunung Ciremai.
Bila sobat piknik ke #TalagaSurian, #TenjoLaut, #Ipukan, dan #Cibeureum, seluruhnya wisata berbasis hutan Pinus bukan?. Demikian halnya dengan #BatuNyongclo dan #AwiLega pun sama.
Hmm, hutan Pinus memang menyajikan panorama yang khas. Bagaimana tidak, coba sobat bayangkan!.
Pada musim penghujan, kabut kerap muncul di antara lebat tegakan Pinus dan menghamburkan cahaya matahari. Sedangkan pada musim kemarau, daun dan buah Pinus yang berguguran menghampar bak permadi. Cocok banget buat “spot selfie” ya.
Tapi sobat jangan coba-coba makan buah Pinus ya. Karena berkayu keras dan belum ditemukan cara pengolahannya agar layak konsumsi!?
Menurut mbah Google, di luar negeri sana, meskipun tidak umum, sudah ada yang bisa mengolah buah Pinus menjadi “snack” kacang. Tapi itu dari jenis Pinus yang lain bukan “Pinus merkusii”?.
#sobatCiremai, ternyata memang benar semua makhluk pasti punya manfaat untuk kita. So, ayo kenali dan manfaatkan alam sekitar kita tanpa harus menyakitinya.
Oh ya, jangan lewatkan wisata alam ke gunung Ciremai!.
[Teks & foto ©️ Tim Admin-BTNGC | 082019]